Kisah Nabi Musa Dan Nabi Khidr

Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.

Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.

Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,

“ Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62) ”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,

“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.

“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.

Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”

Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”

“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ”
“ Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ”
Perjalanan Khidr dan Musa
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.

Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.

Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.

Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.

Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.

Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.

Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.

Saat mereka didalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”

Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”

Hikmah kisah Khidir
Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Diantaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)

Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

SHOLAT SUNNAH TAUBAT




Shalat Taubat adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim saat ingin bertobat terhadap kesalahan yang pernah ia lakukan. Shalat taubat dilaksanakan dua raka’at dengan waktu yang bebas kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat (lihat pada shalat sunnat). Shalat yang dikerjakan oleh seseorang disebabkan menyesali perbuatan maksiat (dosa) dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Dari Ali -radhiallahu anhu- dari Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan perbuatan dosa lalu di bangun dan bersuci, kemudian mengerjakan shalat, dan setelah itu memohon ampunan kepada Allah melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya.” (HR. At-Tirmizi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, serta dishahihkan oleh Asy-Syaikh Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmizi I/128)
Hadits di atas dijadikan dalil oleh para ulama akan adanya shalat sunnah taubat, sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul dalam kitabnya Bughyatul Muthathawwi’ fii Shalat at-Tatawwu’.
Dan hadits ini juga didukung oleh keumuman firman Allah Ta’ala, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran : 135)

Sesungguhnya termasuk rahmat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap umat ini adalah terbukanya pintu taubat untuknya. Pembukaan pintu taubat ini tidak akan terputus sehingga roh telah sampai di tenggorokan atau matahari terbit dari barat. Dan termasuk rahmat-Nya pula terhadap umat ini adalah disyariatkannya sebuah ibadah yang sangat agung, yang dengannya seorang hamba bertawassul kepada Rabb-Nya dengan berharap diterima taubatnya. Ibadah tersebut adalah shalat taubat.

Berikut ini sebagian permasalahan berkenaan dengan shalat tersebut.

Disyari’atkannya Shalat Taubah
Ahli ilmu telah bersepakat adanya shlat taubat dalam syari;at ini. Diriwayatkan dari Abu Bakar radhyiallahu’anhu bahwa dia telah berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada seorang hamba yang berbuat suatu dosa, kemudian membaguskan wudhunya, lalu berdiri shalat dua rakaat, kemudian beristighfar (memohon ampun) kepada Allah kecuali Allah pasti mengampuninya. “Kemudian beliau membaca ayat: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran:35)” (Riwayat. Abu Dawud (1521), dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih Abu Dawud (4/21))
Dari Abu Darda radhyiallahu’anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallahu’alahi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa berwidhu’, kemudian membaguskan waudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua rakaat atau empat rakaat, pada kedua rakaat itu dia memperbagus dzikir dan khusyu’nya, kemudian dia beristighfar (memohon ampun) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah pasti mengampuninya. “(Riwayat. Ahmad (26997), disebutkan oleh al-Albani dalam silsilah Al-Ahadist as-Shaihah (3398))
Sebab Shalat Taubat
Sebab shalat taubat adalah terjerumusnya seorang muslim ke dalam perbuatan maksiat, apakah maksiat besar atau maksiat kecil. Maka wajib atasnya untuk segera bertaubat darinya, dan disunnahkan baginya untuk melakukan dua rakaat ini. Saat bertaubat dia harus melakukan amal shalih, yang diantaranya adalah shalat taubah ini dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan mendapatkan keutamaannya. Menghadap Allah subhanahu wa ta’ala dengan washilah shalat ini diharapkan Allah subhanahu wa ta’ala menerima taubat dan mengampuni dosanya.
Waktu Pelaksanaan Shalat Taubat
Pelaksanaan shalat ini sunnah dilakukan saat seorang muslim berkeinginan kuat untuk bertaubat dari sebuah dosa yang telah dikerjakannya. Apakah segera setelah terjerumus melakukan maksiat ataukah setelah itu.


Orang yang telah berbuat dosa harus segera bertaubat, akan tetapi jika ia menunda taubat maka taubatnya pun diterima karena Allah, dikarenakan taubat tetap akan diterima selagi salah satu dari penghalang taubat berikut ini belum terjadi:

Jika roh telah sampai ke kerongkongan, Rasulllah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya seorang hamba selagi belum sekarang.” (dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Turmudzi (3537))
Jika matahari telah terbit dari arah barat. Nabi shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbut dari arah terbenamnya maka Allah menerima taubatnya.” (Riwayat. Muslim (2703))
Shalat ini disyariatkan pada setiap waktu, termasuk pada waktu-waktu terlarang (seperti, setelah shalat Ashar), dikarenakan shalat taubat ini termasuk shalat yang memiliki sebab, maka di syariatkan saat adanya suatu sebab.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Semua ibadah yang memilki sebab akan lepas (hilang) jika diakhirkan atau ditunda sampai berakhirnya waktu larangan, seperti sujud tilawah, tahiyatul masjid, shalat kusuf, shalat setelah wudhu’ seperti pada hadist Bilal rahimahullah, demikian pula shalat istikharah akan lepas jika orang yang akan beristikharah mengakhirkannya, juga shalat taubat, jika seorag berbuat dosa, maka ia wajib segera bertaubat, yaitu disunnahkan baginya untuk shalat dua rakaat, kemudian bertaubat sebagaimana yang disebtkan dalam hadist Abu Bakar as-Shiddiq…” (Majmu’ Fatawa (23/215))
Sifat Shalat Taubah

Shalat taubah terdiri dari dua rakaat, sebagaimana pada hadist Abu Bakar as-Shiddiq rahimahullah. Shalat ini disyariatkan bagi orang yang bertaubat secara sendirian, dikarenakan shalat ini termasuk shalat nafilah yang tidak disyariatkan dikerjakan dalam berjamaah. Setelah itu disunnahkan baginya untuk beristighfar (memohon ampun) kepada Allah subhanahu wa ta’ala berdasarkan hadist Abu Bakar rahimahullah.
Dan tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shalalhu’alaihi wa sallam bahwa beliau shalallahu’alaihi wa sallam menganjurkan bacaan tertentu pada dua rakaat ini. Maka hendaknya membaca apa saja yang dikehendakinya.
Disunnahkan bagi orang yang bertaubat dengan shalat ini untuk bersngguh-sungguh dalam melakukan amal shalih, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82)
Diantara amal shalih yang paling utama diamalkan oleh orang yang bertaubat adalah bershadaqah, dikarenakan shadaqah adalah termasuk sebab terbesar untuk dihapuskannya dosa-dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalh baik sekali, dan jika kamu menyembuknyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu, dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu.” (Al-Baqarah: 271)
Dan telah tetap dari ka’ab bin malik radhiyallahu’anhu bahwa dia berkata saat Allah menerima taubatnya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya termasuk taubatku, aku akan menanggalkan (seluruh) hartaku sebagai shadaqah untuk Allah dan Rasul-Nya. ” maka Rasulullah shalallhu’alaihi wa sallam bersabda:
“Pertahankan sebagian hartamu, itu lebih baik bagi dirimu. “maka dia berkata: “Sesungguhnya aku tahan bagianku pada perang khaibar.” (Muttafaqun’alaihi)

Adapun syarat diterimanya taubat, maka Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi -hafizhahullah- menyebutkan ada delapan, yaitu:

1.Taubatnya harus ikhlas, hanya mengharapkan dengannya wajah Allah. Taubatnya bukan karena riya, bukan pula karena sum’ah (keinginan untuk didengar) dan bukan pula karena dunia.
2.Berlepas diri dari maksiat tersebut.
3.Menyesali dosa yang telah dia kerjakan tersebut.
4.Bertekad untuk tidak mengulangi maksiat tersebut.
5.mengembalikan apa yang kita zhalimi kepada pemiliknya, kalau kezhalimannya berupa darah atau harta atau kehormatan.
Kami katakan: Maksudnya kalau kita menzhalimi seseorang pada darahnya, harta atau kehormatannya, maka kita wajib untuk meminta maaf kepadanya dan meminta kehalalan darinya atas kezhaliman kita.
6.Bertaubat sebelum roh sampai ke tenggorokan (sakratul maut).
7.Siksaan belum turun menimpa dirinya.
8.Matahari belum terbit dari sebelah barat.

Di Baca Yuuuuk Sobat......