PAHLAWAN PERANG TAPI AHLI NERAKA

Suatu hari satu pertempuran
telah berlaku di antara pihak
Islam dengan pihak Musyrik.
Kedua-dua belah pihak
berjuang dengan hebat untuk
mengalahkan antara satu
sama lain. Tiba saat
pertempuran itu diberhentikan
seketika dan kedua-dua pihak
pulang ke markas masing-
masing. Di sana Nabi
Muhammad s.a.w. dan para
sahabat telah berkumpul
membincangkan tentang
pertempuran yang telah
berlaku itu. Peristiwa yang
baru mereka alami itu masih
terbayang-bayang di ruang
mata. Dalam perbincangan
itu, mereka begitu kagum
dengan salah seorang dari
sahabat mereka iaitu,
Qotzman. Semasa bertempur
dengan musuh, dia kelihatan
seperti seekor singa yang
lapar membaham mangsanya.
Dengan keberaniannya itu, dia
telah menjadi buah mulut
ketika itu.
"Tidak seorang pun di antara
kita yang dapat menandingi
kehebatan Qotzman," kata
salah seorang sahabat.
Mendengar perkataan itu,
Rasulullah s.a.w. pun
menjawab, "Sebenarnya dia
itu adalah golongan penduduk
neraka." Para sahabat
menjadi hairan mendengar
jawapan Rasulullah s.a.w. itu.
Bagaimana seorang yang
telah berjuang dengan begitu
gagah menegakkan Islam
boleh masuk dalam neraka.
Para sahabat berpandangan
antara satu sama lain apabila
mendengar jawapan
Rasulullah s.a.w. itu.
Rasulullah s.a.w. sedar para
sahabatnya tidak begitu
percaya dengan ceritanya,
lantas Baginda s.a.w. berkata,
"Semasa Qotzman dan Aktsam
keluar ke medan perang
bersama-sama, Qotzman telah
mengalami luka parah akibat
ditikam oleh pihak musuh.
Badannya dipenuhi dengan
darah. Dengan segera
Qotzman meletakkan
pedangnya ke atas tanah,
manakala mata pedang itu
pula dihadapkan ke dadanya.
Lalu dia terus membenamkan
mata pedang itu ke dalam
dadanya."
"Dia melakukan perbuatan itu
adalah kerana dia tidak tahan
menanggung kesakitan akibat
dari luka yang dialaminya.
Akhirnya dia mati bukan
kerana berlawan dengan
musuhnya, tetapi membunuh
dirinya sendiri. Melihatkan
keadaannya yang parah,
ramai orang menyangka yang
dia akan masuk syurga. Tetapi
dia telah menunjukkan dirinya
sebagai penduduk neraka."
Menurut Rasulullah s.a.w.
lagi, sebelum dia mati,
Qotzman ada mengatakan,
katanya, "Demi Allah aku
berperang bukan kerana
agama tetapi hanya sekadar
menjaga kehormatan kota
Madinah supaya tidak
dihancurkan oleh kaum
Quraisy. Aku berperang
hanyalah untuk membela
kehormatan kaumku. Kalau
tidak kerana itu, aku tidak
akan berperang."

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

PENGUMPULAN AL-QUR'AN

PENGUMPULAN QUR'AN
LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai
menghadapi peristiwa
Musailima - dalam
perang Ridda -
penyembelihan Yamama
telah menyebabkan kaum
Muslimin banyak yang mati,
di antaranya tidak sedikit
mereka
yang telah menghafal Qur'an
dengan baik. Ketika itu
Umar
merasa kuatir akan nasib
Qur'an dan teksnya itu;
mungkin
nanti akan menimbulkan
keragu-raguan orang bila
mereka yang
telah menyimpannya dalam
ingatan itu, mengalami suatu
hal
lalu meninggal semua. Waktu
itulah ia pergi menemui
Khalifah
Abu Bakr dengan
mengatakan: "Saya kuatir
sekali pembunuhan
terhadap mereka yang sudah
hafal Qur'an itu akan
terjadi
lagi di medan pertempuran
lain selain Yamama dan akan
banyak
lagi dari mereka yang akan
hilang. Menurut hemat saya,
cepat-cepatlah kita
bertindak dengan
memerintahkan
pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera
menyetujui pendapat itu.
Dengan maksud
tersebut ia berkata kepada
Zaid bin Thabit, salah seorang
Sekretaris Nabi yang besar:
"Engkau pemuda yang
cerdas dan
saya tidak meragukan kau.
Engkau adalah penulis wahyu
pada
Rasulullah s.a.w. dan kau
mengikuti Qur'an itu; maka
sekarang kumpulkanlah."
"Oleh karena pekerjaan ini
terasa tiba-tiba sekali di luar
dugaan, mula-mula Zaid
gelisah sekali. Ia masih
meragukan
gunanya melakukan hal itu
dan tidak pula menyuruh
orang lain
melakukannya. Akan tetapi
akhirnya ia mengalah juga
pada
kehendak Abu Bakr dan
Umar yang begitu mendesak.
Dia mulai
berusaha sungguh-sungguh
mengumpulkan surah-
surah dan
bagian-bagiannya dari
segenap penjuru, sampai
dapat juga ia
mengumpulkan yang tadinya
di atas daun-daunan, di atas
batu
putih, dan yang dihafal
orang. Setengahnya ada
yang
menambahkan, bahwa dia
juga mengumpulkannya dari
yang ada
pada lembaran-lembaran,
tulang-tulang bahu dan rusuk
unta
dan kambing. Usaha Zaid ini
mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua
atau tiga tahun terus-
menerus,
mengumpulkan semua
bahan-bahan serta
menyusun kembali
seperti yang ada sekarang ini,
atau seperti yang dilakukan
Zaid sendiri membaca Qur'an
itu di depan Muhammad,
demikian
orang mengatakan. Sesudah
naskah pertama lengkap
adanya,
oleh Umar itu
dipercayakan
penyimpanannya kepada
Hafsha,
puterinya dan isteri Nabi.
Kitab yang sudah dihimpun
oleh
Zaid ini tetap berlaku
selama khilafat Umar,
sebagai teks
yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi
perselisihan mengenai cara
membaca,
yang timbul baik karena
perbedaan naskah Zaid yang
tadi atau
karena perubahan yang
dimasukkan ke dalam naskah-
naskah itu
yang disalin dari naskah
Zaid. Dunia Islam cemas
sekali
melihat hal ini. Wahyu yang
didatangkan dari langit itu
"satu," lalu dimanakah
sekarang kesatuannya?
Hudhaifa yang
pernah berjuang di Armenia
dan di Azerbaijan, juga
melihat
adanya perbedaan Qur'an
orang Suria dengan orang
Irak."
"Maka yang sampai kepada
kita adalah Mushhaf Usman.
Begitu
cermat pemeliharaan atas
Qur'an itu, sehingga hampir
tidak
kita dapati -bahkan memang
tidak kita dapati- perbedaan
apapun dari naskah-naskah
yang tak terbilang
banyaknya, yang
tersebar ke seluruh penjuru
dunia Islam yang luas itu.
Sekalipun akibat terbunuhnya
Usman sendiri - seperempat
abad
kemudian sesudah
Muhammad wafat - telah
menimbulkan adanya
kelompok-kelompok yang
marah dan memberontak
sehingga dapat
menggoncangkan kesatuan
dunia Islam - dan memang
demikian
adanya - namun Qur'an yang
satu, itu juga yang selalu
tetap
menjadi Qur'an bagi
semuanya. Demikianlah,
Islam yang hanya
mengenal satu kitab itu ialah
bukti yang nyata sekali,
bahwa
apa yang ada di depan kita
sekarang ini tidak lain
adalah
teks yang telah dihimpun
atas perintah Usman yang
malang
itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini
tak ada sebuah kitabpun
selain
Qur'an yang sampai
duabelas abad lamanya
tetap lengkap
dengan teks yang begitu
murni dan cermatnya.
Adanya cara
membaca yang berbeda-
beda itu sedikit sekali untuk
sampai
menimbulkan keheranan.
Perbedaan ini
kebanyakannya terbatas
hanya pada cara
mengucapkan huruf hidup
saja atau pada
tempat-tempat tanda
berhenti, yang sebenarnya
timbul hanya
belakangan saja dalam
sejarah, yang tak ada
hubungannya
dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata
bahwa Qur'an yang kita
baca
ialah teks Mushaf Usman
yang tidak berubah-ubah,
baiklah
kita bahas lagi: Adakah
teks ini yang memang
persis
bentuknya seperti yang
dihimpun oleh Zaid sesudah
adanya
persetujuan menghilangkan
segi perbedaan dalam cara
membaca
yang hanya sedikit sekali
jumlahnya dan tidak pula
penting
itu? Segala pembuktian yang
ada pada kita meyakinkan
sekali,
bahwa memang demikian.
Tidak ada dalam berita-berita
lama
atau yang patut dipercaya
yang melemparkan
kesangsian
terhadap Usman sedikitpun,
bahwa dia bermaksud
mengubah
Qur'an guna memperkuat
tujuannya. Memang benar,
bahwa Syi'ah
kemudian menuduh bahwa
dia mengabaikan beberapa
ayat yang
mengagungkan Ali. Akan
tetapi dugaan ini tak dapat
diterima
akal. Ketika Mushhaf ini
diakui, antara pihak Umawi
dengan
pihak Alawi (golongan
Mu'awiya dan golongan Ali)
belum
terjadi sesuatu perselisihan
faham. Bahkan persatuan
Islam
masa itu benar-benar
kuat tanpa ada bahaya
yang
mengancamnya. Di samping
itu juga Ali belum
melukiskan
tuntutannya dalam bentuknya
yang lengkap. Jadi tak
adalah
maksud-maksud tertentu
yang akan membuat
Usman sampai
melakukan pelanggaran yang
akan sangat dibenci oleh
kaum
Muslimin itu. Orang-orang
yang memahami dan hafal
benar
Qur'an seperti yang
mereka dengar sendiri
waktu Nabi
membacanya mereka masih
hidup tatkala Usman
mengumpulkan
Mushhaf itu. Andaikata ayat-
ayat yang mengagungkan
Ali itu
sudah ada, tentu
terdapat juga teksnya di
tangan
pengikut-pengikutnya yang
banyak itu. Dua alasan ini
saja
sudah cukup untuk
menghapus setiap usaha guna
menghilangkan
ayat-ayat itu. Lagi pula,
pengikut-pengikut Ali sudah
berdiri sendiri sesudah
Usman wafat, lalu mereka
mengangkat
Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal -
pada waktu kemudian
mereka sudah
memegang kekuasaan -
bahwa mereka akan sudi
menerima Qur 'an
yang sudah terpotong-potong,
dan terpotong yang
disengaja
pula untuk menghilangkan
tujuan pemimpin mereka?!
Sungguhpun
begitu mereka tetap
membaca Qur'an yang juga
dibaca oleh
lawan-lawan mereka. Tak
ada bayangan sedikitpun
bahwa mereka
akan menentangnya. Bahkan
Ali sendiripun telah
memerintahkan
supaya menyebarkan naskah
itu sebanyak-banyaknya.
Malah ada
diberitakan, bahwa ada
beberapa di antaranya yang
ditulisnya
dengan tangannya sendiri."
"Memang benar bahwa
para pemberontak itu telah
membuat
pangkal pemberontakan
mereka karena Usman telah
mengumpulkan
Qur'an lalu memerintahkan
supaya semua naskah
dimusnahkan
selain Mushhaf Usman. Jadi
tantangan mereka ditujukan
kepada
langkah-langkah Usman
dalam hal itu saja, yang
menurut
anggapan mereka tidak boleh
dilakukan. Tetapi di balik itu
tidak seorangpun yang
menunjukkan adanya usaha
mau mengubah
atau menukar isi Qur'an.
Tuduhan demikian pada
waktu itu
adalah suatu usaha
perusakan terang-terangan.
Hanya kemudian
golongan Syi'ah saja yang
mengatakan itu untuk
kepentingan
mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat
mengambil kesimpulan
dengan meyakinkan,
bahwa Mushhaf Usman itu
tetap dalam bentuknya
yang persis
seperti yang dihimpun oleh
Zaid bin Thabit, dengan lebih
disesuaikan bahan-bahannya
yang sudah ada lebih dulu
dengan
dialek Quraisy. Kemudian
menyisihkan jauh-jauh bacaan-
bacaan
selebihnya yang pada waktu
itu terpencar-pencar di
seluruh
daerah itu."

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

Djokam Comunity: KISAH PERANG BADAR

Djokam Comunity: KISAH PERANG BADAR

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 1 komentar

KISAH PERANG BADAR

Perang Badar terjadi pada 7
Ramadhan, dua tahun setelah
hijrah. Ini adalah peperangan
pertama yang mana kaum
Muslim (Muslimin) mendapat
kemenangan terhadap kaum
Kafir dan merupakan
peperangan yang sangat
terkenal karena beberapa
kejadian yang ajaib terjadi
dalam peperangan tersebut.
Rasulullah Shallalaahu 'alayhi
wa sallam telah memberikan
semangat kepada Muslimin
untuk menghadang khafilah
suku Quraish yang akan
kembali ke Mekkah dari
Syam. Muslimin keluar dengan
300 lebih tentara tidak ada
niat untuk menghadapi
khafilah dagang yang hanya
terdiri dari 40 lelaki, tidak
berniat untuk menyerang
tetapi hanya untuk menunjuk
kekuatan terhadap mereka.
Khafilah dagang itu lolos,
tetapi Abu Sufyan telah
menghantar pesan kepada
kaumnya suku Quraish untuk
datang dan
menyelamatkannya. Kaum
Quraish maju dengan pasukan
besar yang terdiri dari 1000
lelaki, 600 pakaian perang,
100 ekor kuda, dan 700 ekor
unta, dan persediaan
makanan mewah yang cukup
untuk beberapa hari.
Kafir Quraish ingin
menjadikan peperangan ini
sebagai kemenangan bagi
mereka yang akan
meletakkan rasa takut di
dalam hati seluruh kaum
bangsa Arab. Mereka hendak
menghancurkan Muslimin dan
mendapatkan keagungan dan
kehebatan. Banyangkan,
pasukan Muslimin dengan
jumlah tentara yang kecil
(termasuk 2 ekor kuda),
keluar dengan niat mereka
hanya untuk menghadang 40
lelaki yang tidak bersenjata
akan tetapi harus menghadapi
pasukan yang dipersiapkan
dengan baik -3 kali- dari
jumlah mereka. Rasulullah
SAW dengan mudah meminta
mereka Muslimin untuk
perang dan mereka tidak
akan menolak, akan tetapi,
beliau SAW ingin menekankan
kepada pengikutnya bahwa
mereka harus
mempertahankan keyakinan
dan keimanan dan untuk
menjadi pelajaran bagi kita.
Beliau SAW mengumpulkan
para sahabatnya untuk
mengadakan musyawarah.
Banyak di antara sahabat
Muhajirin yang memberikan
usulan, dengan menggunakan
kata-kata yang baik untuk
menerangkan dedikasi
mereka. Tetapi ada seorang
sahabat yaitu Miqdad bin Al-
Aswad ra., dia berdiri
dihadapan mereka yang masih
merasa takut dan berkata
kepada Rasulullah SAW,
"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami
tidak akan mengatakan
kepadamu seperti apa yang
dikatakan oleh bani Israel
kepada Musa (AS), 'Pergilah
kamu bersama Tuhanmu,
kami duduk (menunggu) di sini
'( Dalam surah Al-Maidah).
Pergilah bersama dengan
keberkahan Allah dan kami
akan bersama dengan mu !".
Rasulullah SAW merasa
sangat suka, akan tetapi
Rasulullah hanya diam, beliau
menunggu dan beberapa
orang dari sahabat dapat
mengetahui keinginan Beliau
SAW. Sejauh ini hanya sahabat
Muhajirin yang telah
menyatakan kesungguhan
mereka, akan tetapi Beliau
menuggu para sahabat Anshor
yang sebagian besar tidak
hadir dalam baiat 'Aqaabah
untuk turut serta dalam
berperang melawan kekuatan
musuh bersama-sama
Rasulullah SAW di luar
kawasan mereka. Maka,
pemimpin besar sahabat
Anshor, Sa'ad bin Muadh
angkat bicara, "Ya Rasulullah
(SAW) mungkin yang engkau
maksudkan adalah kami".
Rasulullah SAW
menyetujuinya. S'ad kemudian
menyampaikan pidatonya
yang sangat indah yang mana
dia berkata,
"Wahai utusan Allah, kami
telah mempercayai bahwa
engkau berkata benar, Kami
telah memberikan kepadamu
kesetiaan kami untuk
mendengar dan thaat
kepadamu... Demi ALlah, Dia
yang telah mengutusmu
dengan kebenaran, jika
engkau memasuki laut, kami
akan ikut memasukinya
bersamamu dan tidaka ada
seorangpun dari kami yang
akan tertinggal di belakang...
Mudah-mudahan Allah akan
menunjukkan kepadamu yang
mana tindakan kami akan
menyukakan mu. Maka
Majulah bersama-sama kami,
letakkan kepercayaan kami di
dalam keberkahan Allah".
Rasulullah sangat menyukai
apa yang disampaikan dan
kemudian beluai bersabda,
"Majulah ke depan dan
yakinlah yang Allah telah
menjajikan kepadaku satu dari
keduanya (khafilah dagang
atau perang), dan demi Allah,
seolah olah aku telah dapat
melihat pasukan musuh
terbaring kalah". Pasukan
Muslimin bergerak maju dan
kemudian berhenti sejenak di
tempat yang berdekatan
dengan Badar (tempat paling
dekat ke Madinah yang
berada di utara Mekkah).
Seorang sahabat bernama, Al-
Hubab bin Mundhir ra.,
bertanya kepada Rasulullah
SAW, " Apakah ALlah
mewahyukan kepadamu untuk
memilih tempat ini atau ianya
strategi perang hasil
keputusan musyawarah?".
Rasulullah SAW bersabda, "Ini
adalah hasil strategi perang
dan keputusan musyawarah".
Maka Al-Hubab telah
mengusulkan kembali kepada
Rasulullah SAW agar pasukan
Muslimin sebaiknya
bermarkas lebih ke selatan
tempat yang paling dekat
dengan sumber air, kemudian
membuat kolam persediaan
air untuk mereka dan
menghancurkan sumber air
yang lain sehingga dapat
menghalang orang kafir
Quraish dari mendapatkan air.
Rasulullah SAW menyetujui
usulan tersebut dan
melaksanakannya [*].
Kemudian Sa'ad bin Muadh
mengusulkan untuk
membangun benteng untuk
Rasulullah SAW untuk
melindungi beliau dan sebagai
markas bagi pasukan
Muslimin. Rasulullah SAW dan
Abu Bakar ra. tinggal di
dalam benteng sementara
Sa'ad bin Muadh dan
sekumpulan lelaki
menjaganya.
Rasulullah SAW telah
menghabiskan sepanjang-
panjang malam dengan
berdoa dan beribadah
walaupun beliau
SAWmengetahui bahwa Allah
ta'ala telah menjanjikannya
kemenangan. Ianya melebihi
cintanya dan
penghambaannya dan
penyerahandiri kepada Allah
ta'ala dengan ibadah yang
Beliau SAW kerjakan. Dan
ianya telah dikatakan sebagai
bentuk tertinggi dari ibadah
yang dikenal sebagai 'ainul
yaqiin.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU

Cerita Perang Uhud

PERANG UHUD
Perang Uhud semestinya
dimenangkan oleh kaum
Mukminin dengan pimpinan
Rasulullah saw tetapi
kemenangan yang sudah di
depan mata serta-merta sirna
karena sebagian sahabat yang
melanggar perintah
Rasulullah saw. Sebagian
sahabat yang ditugaskan
sebagai pasukan pemanah di
Bukit Uhud melanggar
perintah Rasulullah saw.
Rasulullah saw
memerintahkan mereka untuk
tetap berada di Bukit Uhud.
Ketika pasukan kaum Quraisy
kalah dan tercerai-berai
meninggalkan ganimah
(rampasan perang). Para
pemanah yang berada di Bukit
Uhud tergerak untuk turun
karena khawatir tidak segera
mendapat bagian ganimah.
Dari 50 pemanah (sniper) yang
ditugasi Rasulullah saw untuk
berjaga di bukit Uhud, hanya
10 pemanah yang tidak turun.
Sebanyak 40 pemanah turun
karena terprovokasi untuk
mengambil harta ganimah.
Melihat pemanah dari Bukit
Uhud turun, panglima Quraisy
yaitu Khalid bin Walid segera
berputar dan menyerang
kembali kaum Mukminin. Pada
penyerangan itu, Khalid bin
Walid memporak-porandakan
kaum Mukminin yang hendak
mengumpulkan ghanimah.
Bahkan Rasulullah saw sendiri
mendapat serangan yang
hebat dan giginya terkena
panah. Abdullah bin Zubair
R.A. syahid karena membela
Nabi saw. sedangkan sebagian
besar pasukan lari dari
peperangan; lari dari Nabi
saw. Nabi saw berseru kepada
pasukannya, "Aina ayuhannas!
Ke mana kalian? Mengapa
kalian lari?" Hanya sedikit dari
sahabat yang bertahan dari
serangan Khalid bin Walid dan
tetap berada dalam pasukan
Nabi saw.
Peristiwa ini menunjukkan
bahwa ketidaktaatan kepada
Rasulullah saw akan berakibat
fatal. Peperangan yang
semestinya dimenangkan
kaum Mukminin serta-merta
sirna. Peperangan Hizbullah
dengan Zionis-Israel pun
ditumbuhkan dari ketaatan
pasukan kepada komandan
Sayid Hasan Nasrallah.
Pelanggaran pada disiplin
akan berakibat fatal.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

Ikhlas

Awal
tahun
lalu ada
email
yang
dikirim
salah
satu saudara kita yang
menarik perhatian saya. Kalau
tidak salah berjudul Renungan
Akhir Tahun: Seandainya
Surga dan Neraka Tak Ada.
Uraian panjang lebar itu,
menurut saya intinya adalah
satu yaitu masalah ikhlash.
Seberapa besar sih,
keikhlashan kita dalam
beribadah? Sejauh mana sih
pemahaman kita tentang
ikhlash ini? Dan mana sih
dalilnya? Kenapa begitu
penting sampai – sampai
dengan bombastis ditanyakan,
apakah manusia mau tetap
ibadah seandainya tidak ada
surga dan neraka? Saya
mencoba memahami dari
sudut pandang yang berbeda,
yaitu dari dinamika ikhlash ini,
sebab dalil – dalilnya banyak
kita jumpai dengan mudahnya.
Sesungguhnya Kami
menurunkan kepadamu Kitab
(Al Quran) dengan
(membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan
memurnikan agama-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang murni.
(QS Az-Zumar 2 - 3)
Dari Abu Umamah ia berkata,
‘ Datang seorang lelaki kepada
Rasulullah SAW dan berkata,
“ Bagaimana pendapatmu
seorang lelaki yang berperang
mencari pahala dan sebutan
(nama), dia mendapatkan
apa ?” Rasulullah SAW
berkata, “Dia tidak
mendapatkan apa – apa.”
Lelaki itu mengulangi
pertanyaannya tiga kali dan
Rasulullah SAW selalu
menjawab, “Dia tidak
mendapatkan apa – apa.”
Kemudian Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menerima amal
kecuali apa yang ikhlash
karenaNYa dan dimaksudkan
semata demi wajahNya.
(Rowahu Abu Dawud)
Dari Abu Darda ’, dari Nabi
SAW, beliau bersabda, ‘Dunia
itu dilaknat dan apa yang ada
di dalamnya dilaknat, kecuali
apa yang dicari dengannya
wajah Allah. ” (Rowahu ath-
Thabrani)
Atsar – atsar di atas dengan
jelas menunjukkan pentingnya
ikhlash dalam beramal. Dan
salah satu cerita favorit saya
masalah ikhlash ini adalah
cerita tiga orang yang
terjebak batu di gua. Berikut
salah satu versinya.
Dari Ibnu Umar, dia berkata,
‘ Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda, “Ada tiga
umat dari sebelum kalian
yang sedang bepergian,
sehingga mereka harus
bermalam di sebuah gua,
mereka masuk ke dalamnya.
Lalu sebuah batu besar
menggelinding dari gunung
dan menutup pintu goa.
Mereka berkata, “Yang bisa
menyelamatkan kalian dari
batu besar ini hanyalah doa
kalian kepada Allah dengan
amal baik kalian. ” Salah
seorang dari mereka berkata;
’ Ya Allah! aku dulu
mempunyai kedua orang tua
yang sudah renta dan aku
tidak berani memberikan
jatah minum mereka kepada
keluargaku (isteri dan anak)
dan harta milikku (budak dan
pembantuku). Pada suatu hari,
aku mencari sesuatu di
tempat yang jauh dan
sepulang dari itu aku
mendapatkan keduanya telah
tertidur, lantas aku memeras
susu seukuran jatah minum
keduanya, namun akupun
mendapatkan keduanya
tengah tertidur. Meskipun
begitu, aku tidak berani
memberikan jatah minum
mereka tersebut kepada
keluargaku (isteri dan anak)
dan harta milikku (budak dan
pembantuku). Akhirnya, aku
tetap menunggu (kapan)
keduanya bangun -sementara
wadahnya (tempat minuman)
masih berada ditanganku-
hingga fajar menyingsing.
Barulah keduanyapun bangun,
lalu meminum jatah untuk
mereka. ‘Ya Allah! jika apa
yang telah kulakukan tersebut
semata-mata mengharap
wajahMu, maka
renggangkanlah rongga gua
ini dari batu besar yang
menutup tempat kami berada.
Lalu batu tersebut sedikit
merenggang namun mereka
tidak dapat keluar.
Rasulullah SAW bersabda lagi:
‘ Yang lainnya (orang kedua)
berkata: ‘Ya Allah! aku dulu
mempunyai sepupu
perempuan (anak perempuan
paman). Dia termasuk orang
yang amat aku kasihi, pernah
aku menggodanya untuk
berzina denganku tetapi dia
menolak ajakanku hingga
pada suatu tahun, dia
mengalami masa paceklik,
lalu mendatangiku dan aku
memberinya 120 dinar dengan
syarat dia membiarkan apa
yang terjadi antaraku dan
dirinya; diapun setuju hingga
ketika aku sudah
menaklukkannya, dia berkata:
’ Tidak halal bagimu mencopot
cincin ini kecuali dengan
haknya ’. Aku merasa tidak
tega untuk melakukannya.
Akhirnya, aku berpaling
darinya padahal dia adalah
orang yang paling aku kasihi.
Aku juga, telah membiarkan
emas yang telah kuberikan
kepadanya. Ya Allah! jika apa
yang telah kulakukan tersebut
semata-mata mengharap
wajahMu, maka
renggangkanlah rongga gua
ini dari batu besar yang
menutup tempat kami berada.
Lalu batu tersebut
merenggang lagi namun
mereka tetap tidak dapat
keluar.
Rasulullah SAW bersabda lagi:
‘Kemudian orang ketigapun
berkata: ‘Ya Allah! aku telah
mengupah beberapa orang
upahan, lalu aku berikan upah
mereka, kecuali seorang lagi
yang tidak mengambil haknya
dan pergi (begitu saja).
Kemudian upahnya tersebut,
aku investasikan sehingga
menghasilkan harta yang
banyak. Selang beberapa
waktu, diapun datang sembari
berkata: “Wahai ‘Abdullah!
Berikan upahku!. Aku
menjawab: ’onta, sapi,
kambing dan budak; semua
yang engkau lihat itu adalah
upahmu ’. Dia berkata : ’Wahai
‘Abdullah! jangan
mengejekku!’. Aku menjawab:
“Sungguh, aku tidak
mengejekmu’. Lalu dia
mengambil semuanya dan
memboyongnya sehingga tidak
menyisakan sesuatupun. Ya
Allah! jika apa yang telah
kulakukan tersebut semata-
mata mengharap wajahMu,
maka renggangkanlah rongga
gua ini dari batu besar yang
menutup tempat kami berada.
Batu besar tersebut
merenggang lagi sehingga
merekapun dapat keluar
untuk melanjutkan
perjalanan ’. (Rowahu al-
Bukhary, Muslim, an-Nasa’i)
Kemudian hadits qudsi yang
ini, dari adh-Dhahak bin Qois,
dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, ”Sesungguhnya
Allah yang Maha Barokah lagi
Maha Tinggi berfirman, ”Aku
adalah sebaik – baik sekutu.
Barangsiapa menyekutukanKu
dengan seorang sekutu, maka
ia untuk sekutuKu. Wahai
manusia, ikhlashkanlah amal –
amal kalian, karena Allah
tidak menerima amal kecuali
apa yang diikhlashkan
untukNya. Jangan kalian
berkata, ’Ini karena Allah dan
kerabat, karena ia adalah
karena kerabat dan tak ada
sedikitpun darinya yang
karena Allah. Jangan pula
berkata ini karena Allah dan
wajah – wajah kalian, karena
ia adalah karena wajah –
wajah kalian, dan tak
sedikitpun darinya karena
Allah. ” (Rowahu al-Bazzar dan
al-Baihaqi)
Nah, menerawang kembali
dalil – dalil di atas,
terlintaslah apa yang sering
diingatkan Pak Haji Djuanda
dulu untuk mengingat kembali
dan meneliti agar satu-
satunya diri bisa menjaga tiga
kunci kemurnian selalu. Yaitu
murni niat, murni pedoman
dan murni amalan. Dan
setelah tabrak sana – tabrak
sini, kebentur sana – kebentur
sini, kejedot sana kejedot sini,
baru nyadar ternyata ikhlash
itulah padanan lain dari kata
murni. Terutama untuk
kemurnian niat. Ikhlash
adalah memurnikan ibadah
hanya karena Allah. Ikhlash
adalah memurnikan ibadah
untuk mencari wajah Allah.
Ikhlash adalah kesadaran
beribadah karena tahu akan
hak dan kewajiban atau
kebaikan mengalahkan yang
lain - lainnya. Bukan karena
paksaan. Maka bagi yang ingin
mendapatkan kejelasan lebih
lanjut, bandingkanlah ikhlash
ini dengan riya. Ikhlash tidak
boleh ada embel – embel lain,
ditumpangi atau disertai
dengan lainnya. Bahkan dalam
penyederhanaannya, Deddy
Mizwar mencoba memberikan
pemerian ikhlash dalam film
Kiamat Sudah Dekat sebagai
syarat terakhir dalam mencari
menantu.
Membaca kembali dalil – dalil
di atas, bukan bermaksud
menggurui - rasanya ikhlash
merupakan hal penting dalam
beribadah. Ikhlash pegang
peranan kunci dalam diterima
atau ditolaknya amalan.
Tanpa mengurangi rasa
hormat, tanpa bermaksud
berpanjang kali lebar, hal ini
sering dinasehatkan dengan
kalimat sederhana ”disertai
niat mukhlish lillah karena
Allah ”. Dan tentunya, seiring
dengan naik – turunnya
keimanan itu sendiri,
pemahaman, pencapaian dan
pengertian ikhlash ini sangat
tergantung bagaimana setiap
insan mereposisi diri, mau
fastabiqul khairot atau pilih
yang sedang – sedang saja.
Akhirnya, anda sendirilah
yang bisa mengukur dan
menjawabnya.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

MENIKAHLAH DENGAN IMROATUS SHOLIHAH

Kecantikan tetap merupakan
daya tarik yang memikat
setiap lelaki di dunia ini.
Wajarlah jika para produsen
menggunakan jasa wanita
cantik untuk melariskan
barang dagangan mereka dan
memang tak bisa dipungkiri!
Begitupula masalah memilih
pasangan hidup tentu setiap
lelaki memiliki kriteria
tertentu tentang calon istri
yang akan di nikahinya. Kalau
mau jujur dalam setiap
kriteria itu diantara salah
satunya adalah menginginkan
calon istrinya berwajah cantik
atau sedap dipandang mata,
tidak membosankan. Salahkah
bila seorang ikhwan
menghendaki atau
menginginkan seorang istri
yang cantik?
Wahai ukhti saudariku,..
jangan bersungut dahulu
menyalahkan si ikhwan yang
berselera demikian. Karena
pernikahan itu sendiri adalah
ibadah, terkadang iman akan
naik dan turun. Tentunya
sangat membutuhkan sebab-
sebab yang dapat merekatkan
tali pernikahan dimasa
mendatang. Bila kecantikan
adalah merupakan daya tarik
bagi si ikhwan itu yang
nantinya akan mengekalkan
hubungan percintaan
(pernikahan)dan kasih
sayangnya kepada wanita
yang akan di nikahinya maka
islam tidaklah melarangnya.
Karena ia adalah fitrah atau
naluri yang Allah subhanahu
wata ’ala ciptakan untuk
manusia. Coba kita simak
hadits berikut ini, dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu
dari Nabi shalallahu alaihi
wassalam beliau bersabda:
“wanita itu biasa dinikahi
karena empat perkara:
karena hartanya, karena
kemuliaan keturunannya,
karena kecantikannya dan
karena agamanya. Maka
pilihlah yang beragama,
karena kalau tidak niscaya
engkau akan merugi ”1
Kemudian marilah kita simak
penjelasan fiqh hadits diatas:2
Dalam hadits diatas
menjelaskan kepada kita
tentang adat atau kebiasaan
laki-laki menikahi wanita
karena salah satu dari empat
perkara diatas.Yaitu diantara
mereka mengutamakan
(cenderung) kepada harta,
kemulian keturunannya
(nasabnya), kecantikannya,
dan karena agama si wanita
tersebut.Kemudian Nabi kita
yang mulia memberikan
petunjuk kepada kita agar
memilih yang tertinggi dan
termulia yang akan
memberikan kebahagiaan
dunia dan akhirat yaitu
pilihlah yang beragama.Yaitu
pilihlah wanita karena
keshalihahannya.
Tetapi hal ini tidak berarti
bahwa laki-laki tidak boleh
memilih wanita yang cantik
dan seterusnya. Tidak
demikian! Ini adalah sebuah
kesalahan di dalam
memahami hadits. Akan
tetapi maksudnya -Insya
Allah- seperti ini:
Misalnya ada seorang laki-laki
memilih wanita yang cantik
parasnya. Kemudian dia
melihat apakah pilihannya
seorang wanita shalihah?
Kalau jawabannya adalah: ‘ya’
maka dia boleh melanjutkan
pilihannya. Kiaskanlah dengan
keistimewaan yang lainnya!
Tetapi kalau jawabannya
‘ tidak’, maka dia dihadapkan
kepada dua pilihan yang salah
satunya harus dia tentukan
dan tetapkan. Kalaupun dia
melanjutkan pilihannya
berarti dia telah
mendahulukan kecantikan
dari keshalihan.Kalaupun dia
membatalkan pilihannya
berarti dia telah
mendahulukan keshalihan
(agama) dari kecantikan.
Atau ketika akan memilih dia
menentukan sesuai dengan
apa yang dia mau atau sesuai
dengan seleranya misalnya:
“ Saya akan memilih wanita
yang cantik, yang tinggi, yang
putih, yang begini dan begitu
dan seterusnya. ” Pilihan yang
seperti ini dibolehkan dan
agama tidak pernah
melarangnya.Karena memang
berjalan dengan fitrah
manusia. Oleh karena itu Nabi
kita shalallahu alaihi
wassalam mengatakan:
“ Wanita itu biasa dinikahi
karena empat perkara…”
Akan tetapi tetap saja
penentuan akhirnya ada pada
agama si akhwat tersebut,
sebagaimana sabda Nabi
mengakhiri dan menutup
sabdanya: Maka pilihlah yang
beragama! Maksudnya
janganlah kau kalahkan
agamamu dengan segala
kecantikan dan harta benda
duniawi. Padahal sebaik-baik
kesenangan, kemewahan,
harta benda dunia adalah
wanita shalihah. Kalau
pilihanmu jatuh pada wanita
shalihah berarti engkau telah
memiliki harta benda dan
kesenangan dunia yang
terbaik. Istimewa kalau
wanita shalihah pilihanmu itu
seperti yang kau ingini.
Hukum ini juga berlaku bagi
setiap muslimah yang akan
menjatuhkan pilihannya
kepada laki-laki muslim.
Setelah tahu penjelasan hadits
diatas tentu kita melihat
betapa indahnya islam sejalan
dengan fitrah manusia.
Karena kecenderungan
merupakan hak mutlak bagi
setiap pasangan yang akan
menikah untuk mengekalkan
hubungan mereka maka
islampun menganjurkan agar
mereka melihat (nazhar) hal-
hal yang dapat membuat
mereka tertarik untuk segera
menikah dan salah satunya
adalah faktor kecantikan
yang dimana terkadang
sangat mempengaruhi hati
atau hasrat seorang laki-laki
untuk segera menikahi wanita
yang telah dilihatnya. Wallahu
‘ alam.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU

SEJARAH IMAM NASA'I

Imam Nasa'i
Imam Nasa'i juga merupakan
tokoh ulama kenamaan ahli
hadith pada masanya. Selain
Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abu Dawud,
Jami' At-Tirmidzi, juga karya
besar Imam Nasa'i, Sunan us-
Sughra termasuk jajaran kitab
hadith pokok yang dapat
dipercayai dalam pandangan
ahli hadith dan para kritikus
hadith.
Ia adalah seorang imam ahli
hadith syaikhul Islam
sebagaimana diungkapkan az-
Zahabi dalam Tazkirah-nya
Abu 'Abdurrahman Ahmad bin
'Ali bin Syu'aib 'Ali bin Sinan
bin Bahr al-Khurasani al-Qadi,
pengarang kitab Sunan dan
kitab-kitab berharga lainnya.
Juga ia adalah seorang ulama
hadith yang jadi ikutan dan
ulama terkemuka melebihi
para ulama yang hidup pada
zamannya.
Dilahirkan di sebuah tempat
bernama Nasa' pada tahun
215 H. Ada yang mengatakan
pada tahun 214 H.
Pengembaraannya
Ia lahir dan tumbuh
berkembang di Nasa', sebuah
kota di Khurasan yang banyak
melahirkan ulama-ulama dan
tokoh-tokoh besar. Di
madrasah negeri kelahirannya
itulah ia menghafal Al-Qur'an
dan dari guru-guru negerinya
ia menerima pelajaran ilmu-
ilmu agama yang pokok.
Setelah meningkat remaja, ia
senang mengembara untuk
mendapatkan hadith. Belum
lagi berusia 15 tahun, ia
berangkat mengembara
menuju Hijaz, Iraq, Syam,
Mesir dan Jazirah. Kepada
ulama-ulama negeri tersebut
ia belajar hadith, sehingga ia
menjadi seorang yang sangat
terkemuka dalam bidang
hadith yang mempunyai sanad
yang 'Ali (sedikit sanadnya)
dan dalam bidang kekuatan
periwayatan hadith.
Nasa'i merasa cocok tinggal di
Mesir. Kerananya, ia
kemudian menetap di negeri
itu, di jalan Qanadil. Dan
seterusnya menetap di
kampung itu hingga setahun
menjelang wafatnya.
Kemudian ia berpindah ke
Damsyik. Di tempatnya yang
baru ini ia mengalami suatu
peristiwa tragis yang
menyebabkan ia menjadi
syahid. Alkisah, ia dimintai
pendapat tentang keutamaan
Mu'awiyyah r.a. Tindakan ini
seakan-akan mereka minta
kepada Nasa'i agar menulis
sebuah buku tentang
keutamaan Mu'awiyyah,
sebagaimana ia telah menulis
mengenai keutamaan Ali r.a.
Oleh kerana itu ia menjawab
kepada penanya tersebut
dengan "Tidakkah Engkau
merasa puas dengan adanya
kesamaan darjat (antara
Mu'awiyyah dengan Ali),
sehingga Engkau merasa perlu
untuk mengutamakannya?"
Mendapat jawaban seperti ini
mereka naik pitam, lalu
memukulinya sampai-sampai
buah kemaluannya pun
dipukul, dan menginjak-
injaknya yang kemudian
menyeretnya keluar dari
masjid, sehingga ia nyaris
menemui kematiannya.
Wafatnya
Tidak ada kesepakatan
pendapat tentang di mana ia
meninggal dunia. Imam
Daraqutni menjelaskan,
bahawa di saat mendapat
cubaan tragis di Damsyik itu ia
meminta supaya dibawa ke
Makkah. Permohonannya ini
dikabulkan dan ia meninggal
di Makkah, kemudian
dikebumikan di suatu tempat
antara Safa dan Marwah.
Pendapat yang sama
dikemukakan pula oleh
Abdullah bin Mandah dari
Hamzah al-'Uqbi al-Misri dan
ulama yang lain.
Imam az-Zahabi tidak
sependapat dengan pendapat
di atas. Menurutnya yang
benar ialah bahawa Nasa'i
meningal di Ramlah, suatu
tempat di Palestina. Ibn Yunus
dalam Tarikhnya setuju
dengan pendapat ini, demikian
juga Abu Ja'far at-Tahawi dan
Abu Bakar bin Naqatah. Selain
pendapat ini menyatakan
bahawa ia meninggal di
Ramlah, tetapi yang jelas ia
dikebumikan di Baitul Maqdis.
Ia wafat pada tahun 303 H.
Sifat-sifatnya
Ia bermuka tampan. Warna
kulitnya kemerah-merahan
dan ia senang mengenakan
pakaian garis-garis buatan
Yaman. Ia adalah seorang
yang banyak melakukan
ibadah, baik di waktu malam
atau siang hari, dan selalu
beribadah haji dan berjihad.
Ia sering ikut bertempur
bersama-sama dengan
gabenor Mesir. Mereka
mengakui kesatriaan dan
keberaniannya, serta sikap
konsistensinya yang
berpegang teguh pada sunnah
dalam menangani masalah
penebusan kaum Muslimin
yang tetangkap lawan.
Dengan demikian ia dikenal
senantiasa "menjaga jarak"
dengan majlis sang Amir,
padahal ia tidak jarang ikut
bertempur besamanya.
Demikianlah. Maka,
hendaklah para ulama itu
senantiasa menyebar luaskan
ilmu dan pengetahuan. Namun
ada panggilan untuk berjihad,
hendaklah mereka segera
memenuhi panggilan itu.
Selain itu, Nasa'i telah
mengikuti jejak Nabi Dawud,
sehari puasa dan sehari tidak.
Fiqh Nasa'i
Ia tidak saja ahli dan hafal
hadith, mengetahui para
perawi dan kelemahan-
kelemahan hadith yang
diriwayatkan, tetapi ia juga
ahli fiqh yang berwawasan
luas.
Imam Daraqutni pernah
berkata mengenai Nasa'i
bahawa ia adalah salah
seorang Syaikh di Mesir yang
paling ahli dalam bidang fiqh
pada masanya dan paling
mengetahui tentang hadith
dan perawi-perawi.
Ibnul Asirr al-Jazairi
menerangkan dalam
mukadimah Jami'ul Usul-nya,
bahawa Nasa'i bermazhab
Syafi'i dan ia mempunyai kitab
Manasik yang ditulis
berdasarkan mazhab Safi'i,
rahimahullah.
Karya-karyanya
Imam Nasa'i telah menusil
beberapa kitab besar yang
tidak sedikit jumlahnya. Di
antaranya:
• As-Sunan ul-Kuba.
• As-Sunan us-Sughra, tekenal
dengan nama Al-Mujtaba.
• Al-Khasa'is.
• Fada'ilus-Sahabah.
• Al-Manasik.
Di antara karya-karya
tersebut, yang paling besar
dan bemutu adalah Kitab As-
Sunan.
Sekilas tentang Sunan An-
Nasa'i
Nasa'i menerima hadith dari
sejumlah guru hadith
terkemuka. Di antaranya ialah
Qutaibah Imam Nasa'i Sa'id. Ia
mengunjungi kutaibah ketika
berusia 15 tahun, dan selama
14 bulan belajar di bawah
asuhannya. Guru lainnya
adalah Ishaq bin Rahawaih, al-
Haris bin Miskin, 'Ali bin
Khasyram dan Abu Dawud
penulis as-Sunan, serta
Tirmidzi, penulis al-Jami'.
Hadith-hadithnya diriwayatkan
oleh para ulama yang tidak
sedikit jumlahnya. Antara lain
Abul Qasim at-Tabarani,
penulis tiga buah Mu'jam, Abu
Ja'far at-Tahawi, al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuti,
Muhammad bin Mu'awiyyah
bin al-Ahmar al-Andalusi dan
Abu Bakar bin Ahmad as-
Sunni, perawi Sunan Nasa'i.
Ketika Imam Nasa'i selesai
menyusun kitabnya, As-Sunan
ul-Kubra, ia lalu
menghadiahkannya kepada
Amir ar-Ramlah. Amir itu
bertanya: "Apakah isi kitab ini
shahih seluruhnya?" "Ada
yang shahih, ada yang hasan
dan ada pula yang hampir
serupa dengan keduanya,"
jawabnya. "Kalau demikian,"
kata sang Amir, "Pisahkan
hadith-hadith yang shahih
saja." Atas permintaan Amir
ini maka Nasa'i berusaha
menyeleksinya, memilih yang
shahih-shahih saja, kemudian
dihimpunnya dalam suatu
kitab yang dinamakan As-
Sunan us-Sughra. Dan kitab ini
disusun menurut sistematika
fiqh sebagaimana kitab-kitab
Sunan yang lain.
Imam Nasa'i sangat teliti
dalam menyususn kitab Sunan
us-Sughra. Kerananya ulama
berkata: "Kedudukan kitab
Sunan Sughra ini di bawah
darjat Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, kerana sedikit
sekali hadith dha'if yang
tedapat di dalamnya."
Oleh kerana itu, kita dapatkan
bahawa hadith-hadith Sunan
Sughra yang dikritik oleh Abul
Faraj ibnul al-Jauzi dan
dinilainya sebagai hadith
maudhu ’ kepada hadith-hadith
tersebut tidak sepenuhnya
dapat diterima. As-Suyuti
telah menyanggahnya dan
mengemukakan pandangan
yang berbeda dengannya
mengenai sebahagian besar
hadith yang dikritik itu. Dalam
Sunan Nasa'i terdapat hadith-
hadith shahih, hasan, dan
dha'if, hanya saja hadith yang
dha'if sedikit sekali jumlahnya.
Adapun pendapat sebahagian
ulama yang menyatakan
bahawa isi kitab Sunan ini
shahih semuanya, adalah
suatu anggapan yang terlalu
sembrono, tanpa didukung
oleh penelitian mendalam.
Atau maksud pernyataan itu
adalah bahawa sebahagian
besar ini Sunan adalah hadith
shahih.
Sunan us-Sughra inilah yang
dikategorikan sebagai salah
satu kitab hadith pokok yang
dapat dipercaya dalam
pandangan ahli hadith dan
para kritikus hadith.
Sedangkan Sunan ul-Kubra,
metode yang ditempuh Nasa'i
dalam penyusunannya adalah
tidak meriwayatkan sesuatu
hadith yang telah disepakati
oleh ulama kritik hadith untuk
ditinggalkan.
Apabila sesuatu hadith yang
dinisbahkan kepada Nasa'i,
misalnya dikatakan, "hadith
riwayat Nasa'i", maka yang
dimaksudkan ialah "riwayat
yang di dalam Sunan us-
Sughra, bukan Sunan ul-
Kubra", kecuali yang
dilakukan oleh sebahagian
kecil para penulis. Hal itu
sebagaimana telah
diterangkan oleh penulis kitab
'Aunul-Ma'bud Syarhu Sunan
Abi Dawud pada bahagian
akhir huraiannya: "Ketahuilah,
pekataan al-Munziri dalam
Mukhtasar-nya dan perkataan
al-Mizzi dalam Al-Atraf-nya,
hadith ini diriwayatkan oleh
Nasa'i", maka yang
dimaksudkan ialah riwayatnya
dalam As-Sunan ul-Kubra,
bukan Sunan us-Sughra yang
kini beredar di hampir seluruh
negeri, seperti India, Arabia,
dan negeri-negeri lain. Sunan
us-Sughra ini merupakan
ringkasan dari Sunan ul-Kubra
dan kitab ini hampir-hampir
sulit ditemukan. Oleh kerana
itu hadith-hadith yang
dikatakan oleh al-Munziri dan
al-Mizzi, "diriwayatkan oleh
Nasa'i" adalah tedapat dalam
Sunan ul-Kubra. Kita tidak
perlu bingung dengan
tiadanya kitab ini, sebab
setiap hadith yang tedapat
dalam Sunan us-Sughra,
terdapat pula dalam Sunanul-
Kubra dan tidak sebaliknya.
Mengakhiri pengkajian ini,
perlu ditegaskan kembali,
bahawa Sunan Nasa'i adalah
salah satu kitab hadith pokok
yang menjadi pegangan.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

SEJARAH SUNAN ABU DAWUD

Imam Abu Dawud
Setelah Imam Bukhari dan
Imam Muslim, kini giliran
Imam Abu Dawud yang juga
merupakan tokoh kenamaan
ahli hadith pada zamannya.
Kealiman, kesalihan dan
kemuliaannya semerbak
mewangi hingga kini.
Abu Dawud nama lengkapnya
ialah Sulaiman bin al-Asy'as
bin Ishaq bin Basyir bin Syidad
bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani,
seorang imam ahli hadith yang
sangat teliti, tokoh terkemuka
para ahli hadith setelah dua
imam hadith Bukhari dan
Muslim serta pengarang kitab
Sunan. Ia dilahirkan pada
tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Perkembangan dan
Perlawatannya
Sejak kecilnya Abu Dawud
sudah mencintai ilmu dan para
ulama, bergaul dengan
mereka untuk dapat mereguk
dan menimba ilmunya. Belum
lagi mencapai usia dewasa, ia
telah mempersiapkan dirinya
untuk mengadakan
perlawatan, mengelilingi
berbagai negeri. Ia belajar
hadith dari para ulama yang
tidak sedikit jumlahnya, yang
dijumpainya di Hijaz, Syam,
Mesir, Irak, Jazirah, Sagar,
Khurasan dan negeri-negeri
lain. Perlawatannya ke
berbagai negeri ini membantu
dia untuk memperoleh
pengetahuan luas tentang
hadith, kemudian hadith-
hadith yang diperolehnya itu
disaring dan hasil
penyaringannya dituangkan
dalam kitab As-Sunan. Abu
Dawud mengunjungi Baghdad
berkali-kali. Di sana ia
mengajarkan hadith dan fiqh
kepada para penduduk
dengan memakai kitab Sunan
sebagai pegangannya. Kitab
Sunan karyanya itu
diperlihatkannya kepada
tokoh ulama hadith, Ahmad
bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad
memujinya sebagai kitab yang
sangat indah dan baik.
Kemudian Abu Dawud
menetap di Basrah atas
permintaan gubernur
setempat yang menghendaki
supaya Basrah menjadi
"Ka'bah" bagi para ilmuwan
dan peminat hadith.
Guru-gurunya
Para ulama yang menjadi guru
Imam Abu Dawud banyak
jumlahnya. Di antaranya guru-
guru yang paling terkemuka
ialah Ahmad bin Hanbal, al-
Qa'nabi, Abu 'Amr ad-Darir,
Muslim bin Ibrahim, Abdullah
bin Raja', Abu'l Walid at-
Tayalisi dan lain-lain.
Sebahagian gurunya ada pula
yang menjadi guru Imam
Bukhari dan Imam Muslim,
seperti Ahmad bin Hanbal,
Usman bin Abi Syaibah dan
Qutaibah bin Sa'id.
Murid-muridnya (Para Ulama
yang Mewarisi Hadithnya)
Ulama-ulama yang mewarisi
hadithnya dan mengambil
ilmunya, antara lain Abu 'Isa
at-Tirmidzi, Abu Abdur
Rahman an-Nasa'i, putranya
sendiri Abu Bakar bin Abu
Dawud, Abu Awanah, Abu
Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-
Lu'lu'i, Abu Bakar bin Dassah,
Abu Salim Muhammad bin
Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.
Cukuplah sebagai bukti
pentingnya Abu Dawud,
bahawa salah seorang
gurunya, Ahmad bin Hanbal
pernah meriwayatkan dan
menulis sebuah hadith yang
diterima dari padanya. Hadith
tersebut ialah hadith yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud,
dari Hammad bin Salamah
dari Abu Ma'syar ad-Darami,
dari ayahnya, sebagai berikut:
"Rasulullah SAW. ditanya
tentang 'atirah, maka ia
menilainya baik."
Akhlak dan Sifat-sifatnya yang
Terpuji
Abu Dawud adalah salah
seorang ulama yang
mengamalkan ilmunya dan
mencapai darjat tinggi dalam
ibadah, kesucian diri, wara'
dan kesalehannya. Ia adalah
seorang sosok manusia utama
yang patut diteladani perilaku,
ketenangan jiwa dan
keperibadiannya. Sifat-sifat
Abu Dawud ini telah
diungkapkan oleh sebahagian
ulama yang menyatakan:
“Abu Dawud menyerupai
Ahmad bin Hanbal dalam
perilakunya, ketenangan jiwa
dan kebagusan pandangannya
serta keperibadiannya. Ahmad
dalam sifat-sifat ini
menyerupai Waki', Waki
menyerupai Sufyan as-Sauri,
Sufyan menyerupai Mansur,
Mansur menyerupai Ibrahim
an-Nakha'i, Ibrahim
menyerupai 'Alqamah dan ia
menyerupai Ibn Mas'ud.
Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri
menyerupai Nabi SAW dalam
sifat-sifat tersebut. ”
Sifat dan keperibadian yang
mulia seperti ini menunjukkan
atas kesempurnaan
keberagamaan, tingkah laku
dan akhlak.
Abu Dawud mempunyai
pandangan dan falsafah
sendiri dalam cara
berpakaian. Salah satu lengan
bajunya lebar namun yang
satunya lebih kecil dan
sempit. Seseorang yang
melihatnya bertanya tentang
kenyentrikan ini, ia menjawab:
"Lengan baju yang lebar ini
digunakan untuk membawa
kitab-kitab, sedang yang
satunya lagi tidak diperlukan.
Jadi, kalau dibuat lebar,
hanyalah berlebih-lebihan.
Pujian Para Ulama Kepadanya
Abu Dawud adalah juga
merupakan "bendera Islam"
dan seorang hafiz yang
sempurna, ahli fiqh dan
berpengetahuan luas terhadap
hadith dan ilat-ilatnya. Ia
memperoleh penghargaan dan
pujian dari para ulama,
terutama dari gurunya sendiri,
Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz
Musa bin Harun berkata
mengenai Abu Dawud:
"Abu Dawud diciptakan di
dunia hanya untuk hadith, dan
di akhirat untuk surga. Aku
tidak melihat orang yang lebih
utama melebihi dia."
Sahal bin Abdullah At-Tistari,
seorang yang alim
mengunjungi Abu Dawud. Lalu
dikatakan kepadanya: "Ini
adalah Sahal, datang
berkunjung kepada tuan."
Abu Dawud pun
menyambutnya dengan
hormat dan mempersilahkan
duduk. Kemudian Sahal
berkata: "Wahai Abu Dawud,
saya ada keperluan
keadamu." Ia bertanya:
"Keperluan apa?" "Ya, akan
saya utarakan nanti, asalkan
engkau berjanji akan
memenuhinya sedapat
mungkin," jawab Sahal. "Ya,
aku penuhi maksudmu selama
aku mampu," tandan Abu
Dawud. Lalu Sahal berkata:
"Jujurkanlah lidahmu yang
engkau pergunakan untuk
meriwayatkan hadith dari
Rasulullah SAW. sehingga aku
dapat menciumnya." Abu
Dawud pun lalu menjulurkan
lidahnya yang kemudian
dicium oleh Sahal.
Ketika Abu Dawud menyusun
kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi,
seorang ulama ahli hadith
berkata: "Hadith telah
dilunakkan bagi Abu Dawud,
sebagaimana besi dilunakkan
bagi Nabi Dawud." Ungkapan
ini adalah kata-kata simbolik
dan perumpamaan yang
menunjukkan atas keutamaan
dan keunggulan seseorang di
bidang penyusunan hadith. Ia
telah mempermudah yang
sulit, mendekatkan yang jauh
dan memudahkan yang masih
rumit dan pelik.
Abu Bakar al-Khallal, ahli
hadith dan fiqh terkemuka
yang bermadzhab Hanbali,
menggambarkan Abu Dawud
sebagai berikut; Abu Dawud
Sulaiman bin al-Asy'as, imam
terkemuka pada zamannya
adalah seorang tokoh yang
telah menggali beberapa
bidang ilmu dan mengetahui
tempat-tempatnya, dan tiada
seorang pun pada masanya
yang dapat mendahului atau
menandinginya. Abu Bakar al-
Asbihani dan Abu Bakar bin
Sadaqah senantiasa
menyinggung-nyingung Abu
Dawud kerana ketinggian
darjatnya, dan selalu
menyebut-nyebutnya dengan
pujian yang tidak pernah
mereka berikan kepada siapa
pun pada masanya.
Madzhab Fiqh Abu Dawud
Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi
dalam asy-Syairazi dalam
Tabaqatul-Fuqaha-nya
menggolongkan Abu Dawud
ke dalam kelompok murid-
murid Imam Ahmad. Demikian
juga Qadi Abu'l-Husain
Muhammad bin al-Qadi Abu
Ya'la (wafat 526 H) dalam
Tabaqatul-Hanabilah-nya.
Penilaian ini nampaknya
disebabkan oleh Imam Ahmad
merupakan gurunya yang
istimewa. Menurut satu
pendapat, Abu Dawud adalah
bermadzhab Syafi'i.
Menurut pendapat yang lain,
ia adalah seorang mujtahid
sebagaimana dapat dilihat
pada gaya susunan dan
sistematika Sunan-nya.
Terlebih lagi bahawa
kemampuan berijtihad
merupakan salah satu sifat
khas para imam hadith pada
masa-masa awal.
Memandang Tinggi Kedudukan
Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Dawud yang
memandang tinggi terhadap
kedudukan ilmu dan ulama ini
dapat dilihat pada kisah
berikut sebagaimana
dituturkan, dengan sanad
lengkap, oleh Imam al-
Khattabi, dari Abu Bakar bin
Jabir, pembantu Abu Dawud.
Ia berkata:
"Aku bersama Abu Dawud
tinggi di Baghdad. Pada suatu
waktu, ketika kami selesai
menunaikan shalat Maghrib,
tiba-tiba pintu rumah diketuk
orang, lalu pintu aku buka dan
seorang pelayan melaporkan
bahawa Amir Abu Ahmad al-
Muwaffaq mohon ijin untuk
masuk. Kemudian aku
melapor kepada Abu Dawud
tentang tamu ini, dan ia pun
mengijinkan. Sang Amir pun
masuk, lalu duduk. Tak lama
kemudian Abu Dawud
menemuinya seraya berkata:
"Gerangan apakah yang
membawamu datang ke sini
pada saat seperti ini?"
"Tiga kepentingan," jawab
Amir. "Kepentingan apa?"
tanyanya.
Amir menjelaskan,
"Hendaknya tuan berpindah
ke Basrah dan menetap di
sana, supaya para penuntut
ilmu dari berbagai penjuru
dunia datang belajar kepada
tuan; dengan demikian Basrah
akan makmur kembali. Ini
mengingat bahawa Basrah
telah hancur dan ditinggalkan
orang akibat tragedy Zenji."
Abu Dawud berkata: "Itu yang
pertama, sebutkan yang
kedua!"
"Hendaknya tuan berkenan
mengajarkan kitab Sunan
kepada putra-putraku," kata
Amir.
"Ya, ketiga?" Tanya Abu
Dawud kembali.
Amir menerangkan:
"Hendaknya tuan mengadakan
majlis tersendiri untuk
mengajarkan hadith kepada
putra-putra khalifah, sebab
mereka tidak mau duduk
bersama-sama dengan orang
umum."
Abu Dawud menjawab:
"Permintaan ketiga tidak
dapat aku penuhi; sebab
manusia itu baik pejabat
terhormat maupun rakyat
melarat, dalam bidang ilmu
sama."
Ibn Jabir menjelaskan: "Maka
sejak itu putra-putra khalifah
hadir dan duduk bersama di
majlis taklim; hanya saja di
antara mereka dengan orang
umum di pasang tirai, dengan
demikian mereka dapat
belajar bersama-sama."
Maka hendaknya para ulama
tidak mendatangi para raja
dan penguasa, tetapi
merekalah yang harus datang
kepada para ulama. Dan
kesamaan darjat dalam ilmu
dan pengetahuan ini,
hendaklah dikembangkan apa
yang telah dilakukan Abu
Dawud tersebut.
Tanggal Wafatnya
Setelah mengalami kehidupan
penuh berkat yang diisi
dengan aktivitas ilmia,
menghimpun dan
menyebarluaskan hadith, Abu
Dawud meninggal dunia di
Basrah yang dijadikannya
sebagai tempat tinggal atas
permintaan Amir sebagaimana
telah diceritakan. Ia wafat
pada tanggal 16 Syawwal 275
H/889M. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan
rahmat dan ridha-Nya
kepadanya.
Karya-karyanya
Imam Abu Dawud banyak
memiliki karya, antara lain:
• Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu
Dawud).
• Kitab Al-Marasil.
• Kitab Al-Qadar.
• An-Nasikh wal-Mansukh.
• Fada'il al-A'mal.
• Kitab Az-Zuhd.
• Dala'il an-Nubuwah.
• Ibtida' al-Wahyu.
• Ahbar al-Khawarij.
Di antara karya-karya
tersebut yang paling bernilai
tinggi dan masih tetap
beredar adalah kitab Amerika
Serikat-Sunnan, yang
kemudian terkenal dengan
nama Sunan Abi Dawud.
Kitab Sunan Karya Abu Dawud
Metode Abu Dawud dalam
Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya di bidang hadith,
kitab-kitab Jami' Musnad dan
sebagainya disamping berisi
hadith-hadith hukum, juga
memuat hadith-hadith yang
berkenaan dengan amal-amal
yang terpuji (fada'il a'mal)
kisah-kisah, nasehat-nasehat
(mawa'iz), adab dan tafsir.
Cara demikian tetap
berlangsung sampai datang
Abu Dawud. Maka Abu Dawud
menyusun kitabnya, khusus
hanya memuat hadith-hadith
hukum dan sunnah-sunnah
yang menyangkut hukum.
Ketika selesai menyusun
kitabnya itu kepada Imam
Ahmad bin Hanbal, dan Ibn
Hanbal memujinya sebagai
kitab yang indah dan baik.
Abu Dawud dalam sunannya
tidak hanya mencantumkan
hadith-hadith shahih semata
sebagaimana yang telah
dilakukan Imam Bukhari dan
Imam Muslim, tetapi ia
memasukkan pula
kedalamnya hadith shahih,
hadith hasan, hadith dha'if
yang tidak terlalu lemah dan
hadith yang tidak disepakati
oleh para imam untuk
ditinggalkannya. Hadith-hadith
yang sangat lemah, ia
jelaskan kelemahannya.
Cara yang ditempuh dalam
kitabnya itu dapat diketahui
dari suratnya yang ia kirimkan
kepada penduduk Makkah
sebagai jawaban atas
pertanyaan yang diajukan
mereka mengenai kitab
Sunannya. Abu Dawud menulis
sbb:
"Aku mendengar dan menulis
hadith Rasulullah SAW
sebanyak 500.000 buah. Dari
jumlah itu, aku seleksi
sebanyak 4.800 hadith yang
kemudian aku tuangkan
dalam kitab Sunan ini. Dalam
kitab tersebut aku himpun
hadith-hadith shahih, semi
shahih dan yang mendekati
shahih. Dalam kitab itu aku
tidak mencantumkan sebuah
hadith pun yang telah
disepakati oleh orang banyak
untuk ditinggalkan. Segala
hadith yang mengandung
kelemahan yang sangat ku
jelaskan, sebagai hadith
macam ini ada hadith yang
tidak shahih sanadnya.
Adapun hadith yang tidak
kami beri penjelasan sedikit
pun, maka hadith tersebut
bernilai salih (bias dipakai
alasan, dalil), dan sebahagian
dari hadith yang shahih ini ada
yang lebih shahih daripada
yang lain. Kami tidak
mengetahui sebuah kitab,
sesudah Qur'an, yang harus
dipelajari selain daripada
kitab ini. Empat buah hadith
saja dari kitab ini sudah cukup
menjadi pegangan bagi
keberagaman tiap orang.
Hadith tersebut adalah, yang
ertinya:
Pertama: "Segala amal itu
hanyalah menurut niatnya,
dan tiap-tiap or memperoleh
apa yang ia niatkan. Kerana
itu maka barang siapa
berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya
pula. Dan barang siapa
hijrahnya kerana untuk
mendapatkan dunia atau
kerana perempuan yang ingin
dikawininya, maka hijrahnya
hanyalah kepada apa yang dia
hijrah kepadanya itu."
Kedua: "Termasuk kebaikan
Islam seseorang ialah
meninggalkan apa yang tidak
berguna baginya."
Ketiga: "Tidaklah seseorang
beriman menjadi mukmin
sejati sebelum ia merelakan
untuk saudaranya apa-apa
yang ia rela untuk dirinya."
Keempat: "Yang halal itu
sudah jelas, dan yang haram
pun telah jelas pula. Di antara
keduanya terdapat hal-hal
syubhat (atau samar) yang
tidak diketahui oleh banyak
orang. Barang siapa
menghindari syubhat, maka ia
telah membersihkan agama
dan kehormatan dirinya; dan
barang siapa terjerumus ke
dalam syubhat, maka ia telah
terjerumus ke dalam
perbuatan haram, ibarat
penggembala yang
menggembalakan ternaknya
di dekat tempat terlarang.
Ketahuilah, sesungguhnya
setiap penguasa itu
mempunyai larangan.
Ketahuilah, sesungguhnya
larangan Allah adalah segala
yang diharamkan-Nya.
Ingatlah, di dalam rumah ini
terdapat sepotong daging, jika
ia baik, maka baik pulalah
semua tubuh dan jika rusak
maka rusak pula seluruh
tubuh. Ingatlah, ia itu hati."
Demikianlah penegasan Abu
Dawud dalam suratnya.
Perkataan Abu Dawud itu
dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Hadith pertama adalah ajaran
tentang niat dan keikhlasan
yang merupakan asas utama
bagi semua amal perbuatan
diniah dan duniawiah.
Hadith kedua merupakan
tuntunan dan dorongan bagi
ummat Islam agar selalu
melakukan setiap yang
bermanfaat bagi agama dan
dunia.
Hadith ketiga, mengatur
tentang hak-hak keluarga dan
tetangga, berlaku baik dalam
pergaulan dengan orang lain,
meninggalkan sifat-sifat
egoistis, dan membuang sifat
iri, dengki dan benci, dari hati
masing-masing.
Hadith keempat merupakan
dasar utama bagi
pengetahuan tentang halal
haram, serta cara
memperoleh atau mencapai
sifat wara', yaitu dengan cara
menjauhi hal-hal musykil yang
samar dan masih
dipertentangkan status
hukumnya oleh para ulama,
kerana untuk menganggap
enteng melakukan haram.
Dengan hadith ini nyatalah
bahawa keempat hadith di
atas, secara umum, telah
cukup untuk membawa dan
menciptakan kebahagiaan.
Komentar Para Ulama
Mengenai Kedudukan Kitab
Sunan Abu Dawud
Tidak sedikit ulama yang
memuji kitab Sunan ini.
Hujatul Islam, Imam Abu
Hamid al-Ghazali berkata:
"Sunan Abu Dawud sudah
cukup bagi para mujtahid
untuk mengetahui hadith-
hadith ahkam." Demikian juga
dua imam besar, An-Nawawi
dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
memberikan pujian terhadap
kitab Sunan ini bahkan beliau
menjadikan kitab ini sebagai
pegangan utama di dalam
pengambilan hukum.
Hadith-hadith Sunan Abu
Dawud yang Dikritik
Imam Al-Hafiz Ibnul Jauzi telah
mengkritik beberapa hadith
yang dicantumkan oleh Abu
Dawud dalam Sunannya dan
memandangnya sebagai
hadith-hadith maudhu ’ (palsu).
Jumlah hadith tersebut
sebanyak 9 buah hadith.
Walaupun demikian,
disamping Ibnul Jauzi itu
dikenal sebagai ulama yang
terlalu mudah memvonis
"palsu", namun kritik-kritik
telah ditanggapi dan sekaligus
dibantah oleh sebahagian ahli
hadith, seperti Jalaluddin as-
Suyuti. Dan andaikata kita
menerima kritik yang
dilontarkan Ibnul Jauzi
tersebut, maka sebenarnya
hadith-hadith yang dikritiknya
itu sedikit sekali jumlahnya,
dan hampir tidak ada
pengaruhnya terhadap ribuan
hadith yang terkandung di
dalam kitab Sunan tersebut.
Kerana itu kami melihat
bahawa hadith-hadith yang
dikritik tersebut tidak
mengurangi sedikit pun juga
nilai kitab Sunan sebagai
referensi utama yang dapat
dipertanggungjawabkan
keabsahanya.
Jumlah Hadith Sunan Abu
Dawud
Di atas telah disebutkan
bahawa isi Sunan Abu Dawud
itu memuat hadith sebanyak
4.800 buah hadith. Namun
sebahagian ulama ada yang
menghitungnya sebanyak
5.274 buah hadith. Perbedaan
jumlah ini disebabkan bahawa
sebahagian orang yang
menghitungnya memandang
sebuah hadith yang diulang-
ulang sebagai satu hadith,
namun yang lain
menganggapnya sebagai dua
hadith atau lebih. Dua jalan
periwayatan hadith atau lebih
ini telah dikenal di kalangan
ahli hadith.
Abu Dawud membagi kitab
Sunannya menjadi beberapa
kitab, dan tiap-tiap kitab
dibagi pula ke dalam
beberapa bab. Jumlah kitab
sebanyak 35 buah, di
antaranya ada 3 kitab yang
tidak dibagi ke dalam bab-
bab. Sedangkan jumlah bab
sebanyak 1,871 buah bab.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

Sejarah Singkat Imam Tirmidzi

Imam Tirmidzi
Setelah Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Imam Abu Dawud,
kini giliran Imam Tirmidzi, juga
merupakan tokoh ahli hadith
dan penghimpun hadith yang
terkenal. Karyanya yang
masyhur yaitu Kitab Al-
Jami ’ (Jami’ At-Tirmidzi). Ia
juga tergolonga salah satu
“ Kutubus Sittah” (Enam Kitab
Pokok Bidang Hadith) dan
ensiklopedia hadith terkenal.
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa
Muhammad bin ‘Isa bin Saurah
bin Musa bin ad-Dahhak
Amerika Serikat-Sulami at-
Tirmidzi, salah seorang ahli
hadith kenamaan, dan
pengarang berbagai kitab
yang masyhur lahir pada 279 H
di kota Tirmiz.
Perkembangan dan
Lawatannya
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi
berkebangsaan Mirwaz,
kemudian pindah ke Tirmiz
dan menetap di sana. Di kota
inilah cucunya bernama Abu
‘ Isa dilahirkan. Semenjak
kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar
mempelajari ilmu dan mencari
hadith. Untuk keperluan inilah
ia mengembara ke berbagai
negeri: Hijaz, Iraq, Khurasan
dan lain-lain. Dalam
perlawatannya itu ia banyak
mengunjungi ulama-ulama
besar dan guru-guru hadith
untuk mendengar hadith yang
kem dihafal dan dicatatnya
dengan baik di perjalanan
atau ketika tiba di suatu
tempat. Ia tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan
tanpa menggunakannya
dengan seorang guru di
perjalanan menuju Makkah.
Kisah ini akan diuraikan lebih
lanjut.
Setelah menjalani perjalanan
panjang untuk belajar,
mencatat, berdiskusi dan
tukar pikiran serta
mengarang, ia pada akhir
kehidupannya mendapat
musibah kebutaan, dan
beberapa tahun lamanya ia
hidup sebagai tuna netra;
dalam keadaan seperti inilah
akhirnya at-Tirmidzi
meninggaol dunia. Ia wafat di
Tirmiz pada malam Senin 13
Rajab tahun 279 H dalam usia
70 tahun.
Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan
hadith dari ulama-ulama
kenamaan. Di antaranya
adalah Imam Bukhari,
kepadanya ia mempelajari
hadith dan fiqh. Juga ia belajar
kepada Imam Muslim dan Abu
Dawud. Bahkan Tirmidzi
belajar pula hadith dari
sebahagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah
bin Saudi Arabia ’id, Ishaq bin
Musa, Mahmud bin Gailan.
Said bin ‘Abdur Rahman,
Muhammad bin Basysyar, ‘Ali
bin Hajar, Ahmad bin Muni’,
Muhammad bin al-Musanna
dan lain-lain.
Murid-muridnya
Hadith-hadith dan ilmu-
ilmunya dipelajari dan
diriwayatkan oleh banyak
ulama. Di antaranya ialah
Makhul ibnul-Fadl,
Muhammad binMahmud
‘Anbar, Hammad bin Syakir,
‘Ai-bd bin Muhammad an-
Nasfiyyun, al-Haisam bin
Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin
Yusuf an-Nasafi, Abul- ‘Abbas
Muhammad bin Mahbud al-
Mahbubi, yang meriwayatkan
kitab Al-Jami ’ daripadanya,
dan lain-lain.
Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa at-Tirmidzi diakui oleh
para ulama keahliannya
dalam hadith, kesalehan dan
ketaqwaannya. Ia terkenal
pula sebagai seorang yang
dapat dipercayai, amanah dan
sangat teliti. Salah satu bukti
kekuatan dan cepat
hafalannya ialah kisah berikut
yang dikemukakan oleh al-
Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib
at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin
‘ Abdullah bin Abu Dawud,
yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-
Tirmidzi berkata: Pada suatu
waktu dalam perjalanan
menuju Makkah, dan ketika
itu saya telah menulis dua jilid
berisi hadith-hadith yang
berasal dari seorang guru.
Guru tersebut berpapasan
dengan kami. Lalu saya
bertanya-tanya mengenai dia,
mereka menjawab bahawa
dialah orang yang ku
maksudkan itu. Kemudian
saya menemuinya. Saya
mengira bahawa “dua jilid
kitab” itu ada padaku.
Ternyata yang ku bawa
bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang
mirip dengannya. Ketika saya
telah bertemu dengan dia,
saya memohon kepadanya
untuk mendengar hadith, dan
ia mengabulkan permohonan
itu. Kemudian ia membacakan
hadith yang dihafalnya. Di
sela-sela pembacaan itu ia
mencuri pandang dan melihat
bahawa kertas yang ku
pegang masih putih bersih
tanpa ada tulisan sesuatu apa
pun. Demi melihat kenyataan
ini, ia berkata: ‘Tidakkah
engkau malu kepadaku?’ Lalu
aku bercerita dan
menjelaskan kepadanya
bahawa apa yang ia bacakan
itu telah ku hafal semuanya.
‘ Cuba bacakan!’ suruhnya.
Lalu aku pun membacakan
seluruhnya secara beruntun.
Ia bertanya lagi: ‘Apakah
telah engkau hafalkan
sebelum datang kepadaku?’
‘Tidak,’ jawabku. Kemudian
saya meminta lagi agar dia
meriwayatkan hadith yang
lain. Ia pun kemudian
membacakan empat puluh
buah hadith yang tergolong
hadith-hadith yang sulit atau
garib, lalu berkata: ‘Cuba
ulangi apa yang ku bacakan
tadi, ’ Lalu aku
membacakannya dari pertama
sampai selesai; dan ia
berkomentar: ‘Aku belum
pernah melihat orang seperti
engkau. ”
Pandangan Para Kritikus
Hadith Terhadapnya
Para ulama besar telah
memuji dan menyanjungnya,
dan mengakui akan kemuliaan
dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu
Hatim Muhammad ibn Hibban,
kritikus hadith,
menggolangkan Tirmidzi ke
dalam kelompok “Tsiqah”
atau orang-orang yang dapat
dipercayai dan kukuh
hafalannya, dan berkata:
"Tirmidzi adalah salah
seorang ulama yang
mengumpulkan hadith,
menyusun kitab, menghafal
hadith dan bermuzakarah
(berdiskusi) dengan para
ulama.”
Abu Ya’la al-Khalili dalam
kitabnya ‘Ulumul Hadith
menerangkan; Muhammad bin
‘ Isa at-Tirmidzi adalah seorang
penghafal dan ahli hadith
yang baik yang telah diakui
oleh para ulama. Ia memiliki
kitab Sunan dan kitab Al-Jarh
wat-Ta ’dil. Hadith-hadithnya
diriwayatkan oleh Abu
Mahbub dan banyak ulama
lain. Ia terkenal sebagai
seorang yang dapat dipercaya,
seorang ulama dan imam yang
menjadi ikutan dan yang
berilmu luas. Kitabnya Al-
Jami ’us Shahih sebagai bukti
atas keagungan darjatnya,
keluasan hafalannya, banyak
bacaannya dan
pengetahuannya tentang
hadith yang sangat mendalam.
Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping
dikenal sebagai ahli dan
penghafal hadith yang
mengetahui kelemahan-
kelemahan dan perawi-
perawinya, ia juga dikenal
sebagai ahli fiqh yang
mewakili wawasan dan
pandangan luas. Barang siapa
mempelajari kitab Jami ’nya ia
akan mendapatkan ketinggian
ilmu dan kedalaman
penguasaannya terhadap
berbagai mazhab fikih. Kajian-
kajiannya mengenai persoalan
fiqh mencerminkan dirinya
sebagai ulama yang sangat
berpengalaman dan mengerti
betul duduk permasalahan
yang sebenarnya. Salah satu
contoh ialah penjelasannya
terhadap sebuah hadith
mengenai penangguhan
membayar piutang yang
dilakukan si berutang yang
sudah mampu, sebagai
berikut:
“Muhammad bin Basysyar bin
Mahdi menceritakan kepada
kami Sufyan menceritakan
kepada kami, dari Abi az-
Zunad, dari al-A ’rai dari Abu
Hurairah, dari Nabi SAW,
bersabda: ‘Penangguhan
membayar hutang yang
dilakukan oleh si berhutang)
yang mampu adalah suatu
kezaliman. Apabila seseorang
di antara kamu dipindahkan
hutangnya kepada orang lain
yang mampu membayar,
hendaklah pemindahan hutang
itu diterimanya. ”
Imam Tirmidzi memberikan
penjelasan sebagai berikut:
Sebahagian ahli ilmu berkata:
“ Apabila seseorang
dipindahkan piutangnya
kepada orang lain yang
mampu membayar dan ia
menerima pemindahan itu,
maka bebaslah orang yang
memindahkan (muhil) itu, dan
bagi orang yang dipindahkan
piutangnya (muhtal) tidak
dibolehkan menuntut kepada
muhil. ” Diktum ini adalah
pendapat Syafi’i, Ahmad dan
Ishaq.
Sebahagian ahli ilmu yang lain
berkata: “Apabila harta
seseorang (muhtal) menjadi
rugi disebabkan kepailitan
muhal ‘alaih, maka baginya
dibolehkan menuntut bayar
kepada orang pertama (muhil)
. ”
Mereka memakai ala an
dengan perkataan Usma dan
lainnya, yang menegaskan:
“ Tidak ada kerugian atas
harta benda seorang Muslim.”
Menurut Ishak, maka
perkataan “Tidak ada
kerugian atas harta benda
seorang Muslim ” ini adalah
“Apabila seseorang
dipindahkan piutangnya
kepada orang lain yang
dikiranya mampu, namun
ternyata orang lain itu tidak
mampu, maka tidak ada
kerugian atas harta benda
orang Muslim (yang
dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang
menunjukkan kepada kita,
bahawa betapa cemerlangnya
pemikiran fiqh Tirmidzi dalam
memahami nas-nas hadith,
serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis
kitab-kitab. Di antaranya:
• Kitab Al-Jami’, terkenal
dengan sebutan Sunan at-
Tirmidzi.
• Kitab Al-‘Ilal.
• Kitab At-Tarikh.
• Kitab Asy-Syama’il an-
Nabawiyyah.
• Kitab Az-Zuhd.
• Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut
yang paling besar dan
terkenal serta beredar luas
adalah Al-Jami ’.
Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu
kitab karya Imam Tirmidzi
terbesar dan paling banyak
manfaatnya. Ia tergolonga
salah satu “Kutubus
Sittah” (Enam Kitab Pokok
Bidang Hadith) dan
ensiklopedia hadith terkenal.
Al-Jami ’ ini terkenal dengan
nama Jami’ Tirmidzi,
dinisbatkan kepada
penulisnya, yang juga terkenal
dengan nama Sunan Tirmidzi.
Namun nama pertamalah
yang popular.
Sebahagian ulama tidak
berkeberatan menyandangkan
gelar as-Shahih kepadanya,
sehingga mereka
menamakannya dengan
Shahih Tirmidzi. Sebenarnya
pemberian nama ini tidak
tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn
kitab ini, Tirmidzi
memperlihatkan kitabnya
kepada para ulama dan
mereka senang dan
menerimanya dengan baik. Ia
menerangkan: “Setelah
selesai menyusun kitab ini,
aku perlihatkan kitab tersebut
kepada ulama-ulama Hijaz,
Irak dan Khurasa, dan mereka
semuanya meridhainya,
seolah-olah di rumah tersebut
ada Nabi yang selalu
berbicara. ”
Imam Tirmidzi di dalam Al-
Jami ’-nya tidak hanya
meriwayatkan hadith shahih
semata, tetapi juga
meriwayatkan hadith-hadith
hasan, da ’if, garib dan
mu’allal dengan menerangkan
kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak
meriwayatkan dalam kitabnya
itu, kecuali hadith-hadith yang
diamalkan atau dijadikan
pegangan oleh ahli fiqh.
Metode demikian ini
merupakan cara atau syarat
yang longgar. Oleh
kerananya, ia meriwayatkan
semua hadith yang memiliki
nilai demikian, baik jalan
periwayatannya itu shahih
ataupun tidak shahih. Hanya
saja ia selalu memberikan
penjelasan yang sesuai dengan
keadaan setiap hadith.
Diriwayatkan, bahawa ia
pernah berkata: “Semua
hadith yang terdapat dalam
kitab ini adalah dapat
diamalkan. ” Oleh kerana itu,
sebahagian besar ahli ilmu
menggunakannya (sebagai
pegangan), kecuali dua buah
hadith, yaitu:
“Sesungguhnya Rasulullah
SAW menjamak shalat Zuhur
dengan Asar, dan Maghrib
dengan Isya, tanpa adanya
sebab “takut” dan “dalam
perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar –
minum lagi pada yang
keempat kalinya, maka
bunuhlah dia. ”
Hadith ini adalah mansukh dan
ijma ulama menunjukan
demikian. Sedangkan
mengenai shalat jamak dalam
hadith di atas, para ulama
berbeda pendapat atau tidak
sepakat untuk
meninggalkannya. Sebahagian
besar ulama berpendapat
boleh (jawaz) hukumnya
melakukan salat jamak di
rumah selama tidak dijadikan
kebiasaan. Pendapat ini
adalah pendapat Ibn Sirin dan
Asyab serta sebahagian besar
ahli fiqh dan ahli hadith juga
Ibn Munzir.
Hadith-hadith da’if dan
munkar yang terdapat dalam
kitab ini, pada umumnya
hanya menyangkut fadha ’il al-
a’mal (anjuran melakukan
perbuatan-perbuatan
kebajikan). Hal itu dapat
dimengerti kerana
persyaratan-persyaratan bagi
(meriwayatkan dan
mengamalkan) hadith
semacam ini lebih longgar
dibandingkan dengan
persyaratan bagi hadith-hadith
tentang halal dan haram.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

Riwayat Imam Muslim

Sejarah Singkat Imam Muslim
Imam Muslim dilahirkan di
Naisabur pada tahun 202 H
atau 817 M. Imam Muslim
bernama lengkap Imam Abul
Husain Muslim bin al-Hajjaj bin
Muslim bin Kausyaz al
Qusyairi an Naisaburi.
Naisabur, yang sekarang ini
termasuk wilayah Rusia,
dalam sejarah Islam kala itu
termasuk dalam sebutan Maa
Wara'a an Nahr, artinya
daerah-daerah yang terletak
di sekitar Sungai Jihun di
Uzbekistan, Asia Tengah. Pada
masa Dinasti Samanid,
Naisabur menjadi pusat
pemerintahan dan
perdagangan selama lebih
kurang 150 tahun. Seperti
halnya Baghdad di abad
pertengahan, Naisabur, juga
Bukhara (kota kelahiran Imam
Bukhari) sebagai salah satu
kota ilmu dan pusat
peradaban di kawasan Asia
Tengah. Di sini pula bermukim
banyak ulama besar.
Perhatian dan minat Imam
Muslim terhadap ilmu hadits
memang luar biasa. Sejak usia
dini, beliau telah
berkonsentrasi mempelajari
hadits. Pada tahun 218 H,
beliau mulai belajar hadits,
ketika usianya kurang dari
lima belas tahun. Beruntung,
beliau dianugerahi kelebihan
berupa ketajaman berfikir dan
ingatan hafalan. Ketika
berusia sepuluh tahun, Imam
Muslim sering datang dan
berguru pada seorang ahli
hadits, yaitu Imam Ad Dakhili.
Setahun kemudian, beliau
mulai menghafal hadits Nabi
SAW, dan mulai berani
mengoreksi kesalahan dari
gurunya yang salah
menyebutkan periwayatan
hadits.
Selain kepada Ad Dakhili,
Imam Muslim pun tak segan-
segan bertanya kepada
banyak ulama di berbagai
tempat dan negara.
Berpetualang menjadi
aktivitas rutin bagi dirinya
untuk mencari silsilah dan
urutan yang benar sebuah
hadits. Beliau, misalnya pergi
ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir
dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya itu, Imam
Muslim banyak bertemu dan
mengunjungi ulama-ulama
kenamaan untuk berguru
hadits kepada mereka. Di
Khurasan, beliau berguru
kepada Yahya bin Yahya dan
Ishak bin Rahawaih; di Ray
beliau berguru kepada
Muhammad bin Mahran dan
Abu 'Ansan. Di Irak beliau
belajar hadits kepada Ahmad
bin Hanbal dan Abdullah bin
Maslamah; di Hijaz beliau
belajar kepada Sa'id bin
Mansur dan Abu Mas 'Abuzar;
di Mesir beliau berguru
kepada 'Amr bin Sawad dan
Harmalah bin Yahya, dan
ulama ahli hadits lainnya.
Bagi Imam Muslim, Baghdad
memiliki arti tersendiri. Di
kota inilah beliau berkali-kali
berkunjung untuk belajar
kepada ulama-ulama ahli
hadits. Kunjungannya yang
terakhir beliau lakukan pada
tahun 259 H. Ketika Imam
Bukhari datang ke Naisabur,
Imam Muslim sering
mendatanginya untuk
bertukar pikiran sekaligus
berguru padanya. Saat itu,
Imam Bukhari yang memang
lebih senior, lebih menguasai
ilmu hadits ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau
kesenjangan antara Bukhari
dan Az Zihli, beliau bergabung
kepada Bukhari. Sayang, hal
ini kemudian menjadi sebab
terputusnya hubungan dirinya
dengan Imam Az Zihli. Yang
lebih menyedihkan, hubungan
tak baik itu merembet ke
masalah ilmu, yakni dalam hal
penghimpunan dan
periwayatan hadits-hadits Nabi
SAW.
Imam Muslim dalam kitab
shahihnya maupun kitab-kitab
lainnya tidak memasukkan
hadits-hadits yang diterima
dari Az Zihli, padahal beliau
adalah gurunya. Hal serupa
juga beliau lakukan terhadap
Bukhari. Tampaknya bagi
Imam Muslim tak ada pilihan
lain kecuali tidak
memasukkan ke dalam Kitab
Shahihnya hadits-hadits yang
diterima dari kedua gurunya
itu. Kendatipun demikian,
dirinya tetap mengakui
mereka sebagai gurunya.
Imam Muslim yang dikenal
sangat tawadhu' dan wara'
dalam ilmu itu telah
meriwayatkan puluhan ribu
hadits. Menurut Muhammad
Ajaj Al Khatib, guru besar
hadits pada Universitas
Damaskus, Syria, hadits yang
tercantum dalam karya besar
Imam Muslim, Shahih Muslim,
berjumlah 3.030 hadits tanpa
pengulangan. Bila dihitung
dengan pengulangan, katanya,
berjumlah sekitar 10.000
hadits. Sementara menurut
Imam Al Khuli, ulama besar
asal Mesir, hadits yang
terdapat dalam karya Muslim
tersebut berjumlah 4.000
hadits tanpa pengulangan, dan
7.275 dengan pengulangan.
Jumlah hadits yang beliau tulis
dalam Shahih Muslim itu
diambil dan disaring dari
sekitar 300.000 hadits yang
beliau ketahui. Untuk
menyaring hadits-hadits
tersebut, Imam Muslim
membutuhkan waktu 15
tahun.
Mengenai metode penyusunan
hadits, Imam Muslim
menerapkan prinsip-prinsip
ilmu jarh, dan ta'dil, yakni
suatu ilmu yang digunakan
untuk menilai cacat tidaknya
suatu hadits. Beliau juga
menggunakan sighat at
tahammul (metode-metode
penerimaan riwayat), seperti
haddasani (menyampaikan
kepada saya), haddasana
(menyampaikan kepada kami)
, akhbarana (mengabarkan
kepada saya), akhabarana
(mengabarkan kepada kami),
dan qaalaa (ia berkata).
Imam Muslim menjadi orang
kedua terbaik dalam masalah
ilmu hadits (sanad, matan,
kritik, dan seleksinya) setelah
Imam Bukhari. "Di dunia ini
orang yang benar-benar ahli
di bidang hadits hanya empat
orang; salah satu di antaranya
adalah Imam Muslim,"
komentar ulama besar Abu
Quraisy Al Hafizh. Maksud
ungkapan itu tak lain adalah
ahli-ahli hadits terkemuka
yang hidup di masa Abu
Quraisy.
Reputasinya mengikuti
gurunya Imam Bukhari
Dalam khazanah ilmu-ilmu
Islam, khususnya dalam
bidang ilmu hadits, nama
Imam Muslim begitu
monumental, setara dengan
gurunya, Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail al-
Bukhary al-Ju’fy atau lebih
dikenal dengan nama Imam
Bukhari. Sejarah Islam sangat
berhutang jasa kepadanya,
karena prestasinya di bidang
ilmu hadits, serta karya
ilmiahnya yang luar biasa
sebagai rujukan ajaran Islam,
setelah al-Qur’an. Dua kitab
hadits shahih karya Bukhari
dan Muslim sangat berperan
dalam standarisasi bagi
akurasi akidah, syariah dan
tasawwuf dalam dunia Islam.
Melalui karyanya yang sangat
berharga, al-Musnad ash-
Shahih, atau al-Jami’ ash-
Shahih, selain menempati
urutan kedua setelah Shahih
Bukhari, kitab tersebut
memenuhi khazanah pustaka
dunia Islam, dan di Indonesia,
khususnya di pesantren-
pesantren menjadi kurikulum
wajib bagi para santri dan
mahasiswa.
Pengembaraan (rihlah) dalam
pencarian hadits merupakan
kekuatan tersendiri, dan amat
penting bagi perkembangan
intelektualnya. Dalam
pengembaraan ini (tahun 220
H), Imam Muslim bertemu
dengan guru-gurunya, dimana
pertama kali bertemu dengan
Qa’nabi dan yang lainnya,
ketika menuju kota Makkah
dalam rangka perjalanan haji.
Perjalanan intelektual lebih
serius, barangkali dilakukan
tahun 230 H. Dari satu wilayah
ke wilayah lainnya, misalnya
menuju ke Irak, Syria, Hijaz
dan Mesir.
Waktu yang cukup lama
dihabiskan bersama gurunya
al-Bukhari. Kepada guru
besarnya ini, Imam Muslim
menaruh hormat yang luar
biasa. "Biarkan aku mencium
kakimu, hai Imam Muhadditsin
dan dokter hadits," pintanya,
ketika di sebuah pertemuan
antara Bukhari dan Muslim.
Disamping itu, Imam Muslim
memang dikenal sebagai
tokoh yang sangat ramah,
sebagaimana al-Bukhari yang
memiliki kehalusan budi
bahasa, Imam Muslim juga
memiliki reputasi, yang
kemudian populer namanya —
sebagaimana disebut oleh
Adz-Dzahabi — dengan
sebutan muhsin dari Naisabur.
Maslamah bin Qasim
menegaskan, "Muslim adalah
tsaqqat, agung derajatnya dan
merupakan salah seorang
pemuka (Imam)." Senada
pula, ungkapan ahli hadits dan
fuqaha’ besar, Imam An-
Nawawi, "Para ulama sepakat
atas kebesarannya, keimanan,
ketinggian martabat,
kecerdasan dan
kepeloporannya dalam dunia
hadits."
Kitab Shahih Muslim
Imam Muslim memiliki jumlah
karya yang cukup penting dan
banyak. Namun yang paling
utama adalah karyanya,
Shahih Muslim. Dibanding
kitab-kitab hadits shahih
lainnya, kitab Shahih Muslim
memiliki karakteristik
tersendiri, dimana Imam
Muslim banyak memberikan
perhatian pada ekstraksi yang
resmi. Beliau bahkan tidak
mencantumkan judul-judul
setiap akhir dari satu pokok
bahasan. Disamping itu,
perhatiannya lebih diarahkan
pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun dia memiliki nilai
beda dalam metode
penyusunan kitab hadits,
Imam Muslim sekali-kali tidak
bermaksud mengungkap fiqih
hadits, namun mengemukakan
ilmu-ilmu yang bersanad.
Karena beliau meriwayatkan
setiap hadits di tempat yang
paling layak dengan
menghimpun jalur-jalur
sanadnya di tempat tersebut.
Sementara al-Bukhari
memotong-motong suatu
hadits di beberapa tempat dan
pada setiap tempat beliau
sebutkan lagi sanadnya.
Sebagai murid yang shalih,
beliau sangat menghormati
gurunya itu, sehingga beliau
menghindari orang-orang yang
berselisih pendapat dengan al-
Bukhari.
Kitab Shahih Muslim memang
dinilai kalangan muhaditsun
berada setingkat di bawah al-
Bukhari. Namun ada sejumlah
ulama yang menilai bahwa
kitab Imam Muslim lebih
unggul ketimbang kitabnya al-
Bukhari.
Sebenarnya kitab Shahih
Muslim dipublikasikan untuk
Abu Zur’ah, salah seorang
kritikus hadits terbesar, yang
biasanya memberikan
sejumlah catatan mengenai
cacatnya hadits. Lantas, Imam
Muslim kemudian mengoreksi
cacat tersebut dengan
membuangnya tanpa
argumentasi. Karena Imam
Muslim tidak pernah mau
membukukan hadits-hadits
yang hanya berdasarkan
kriteria pribadi semata, dan
hanya meriwayatkan hadits
yang diterima oleh kalangan
ulama. Sehingga hadits-hadits
Muslim terasa sangat populis.
Berdasarkan hitungan
Muhammad Fuad Abdul Baqi,
kitab Shahih Muslim memuat
3.033 hadits. Metode
penghitungan ini tidak
didasarkan pada sistem isnad
sebagaimana dilakukan ahli
hadits, namun beliau
mendasarkannya pada subyek-
subyek. Artinya jika
didasarkan isnad, jumlahnya
bisa berlipat ganda.
Antara al-Bukhari dan Muslim
Imam Muslim, sebagaimana
dikatakan oleh Prof. Mustafa
‘Adzami dalam bukunya
Studies in Hadith Methodology
and Literature, mengambil
keuntungan dari Shahih
Bukhari, kemudian menyusun
karyanya sendiri, yang tentu
saja secara metodologis
dipengaruhi karya al-Bukhari.
Antara al-Bukhari dan Muslim,
dalam dunia hadits memiliki
kesetaraan dalam keshahihan
hadits, walaupun hadits al-
Bukhari dinilai memiliki
keunggulan setingkat. Namun,
kedua kitab hadits tersebut
mendapatkan gelar sebagai
as-Shahihain.
Sebenarnya para ulama
berbeda pendapat mana yang
lebih unggul antara Shahih
Muslim dengan Shahih
Bukhari. Jumhur Muhadditsun
berpendapat, Shahihul Bukhari
lebih unggul, sedangkan
sejumlah ulama Marokko dan
yang lain lebih
mengunggulkan Shahih
Muslim. Hal ini menunjukkan,
sebenarnya perbedaannya
sangatlah sedikit, dan
walaupun itu terjadi, hanyalah
pada sistematika penulisannya
saja, serta perbandingan
antara tema dan isinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas
kelebihan Shahih Bukhari atas
Shahih Muslim, antara lain,
karena Al-Bukhari
mensyaratkan kepastian
bertemunya dua perawi yang
secara struktural sebagai guru
dan murid dalam hadits
Mu’an’an; agar dapat
dihukumi bahwa sanadnya
bersambung. Sementara
Muslim menganggap cukup
dengan "kemungkinan"
bertemunya kedua rawi
tersebut dengan tidak adanya
tadlis.
Al-Bukhari mentakhrij hadits
yang diterima para perawi
tsaqqat derajat utama dari
segi hafalan dan
keteguhannya. Walaupun juga
mengeluarkan hadits dari rawi
derajat berikutnya dengan
sangat selektif. Sementara
Muslim, lebih banyak pada
rawi derajat kedua dibanding
Bukhari. Disamping itu kritik
yang ditujukan kepada perawi
jalur Muslim lebih banyak
dibanding kepada al-Bukhari.
Sementara pendapat yang
berpihak pada keunggulan
Shahih Muslim beralasan —
sebagaimana dijelaskan Ibnu
Hajar —, bahwa Muslim lebih
berhati-hati dalam menyusun
kata-kata dan redaksinya,
karena menyusunnya di negeri
sendiri dengan berbagai
sumber di masa kehidupan
guru-gurunya. Beliau juga
tidak membuat kesimpulan
dengan memberi judul bab
sebagaimana Bukhari lakukan.
Dan sejumlah alasan lainnya.
Namun prinsipnya, tidak
semua hadits Bukhari lebih
shahih ketimbang hadits
Muslim dan sebaliknya. Hanya
pada umumnya keshahihan
hadits riwayat Bukhari itu
lebih tinggi derajatnya
daripada keshahihan hadits
dalam Shahih Muslim.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim berhasil
menghimpun karya-karyanya,
antara lain seperti: 1) Al-
Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus
Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4)
Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5)
Auhamul Muhadditsin, 7)At-
Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-
Jami’, 10) Hadits Amr bin
Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)
Sawalatuh Ahmad bin Hanbal,
13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15)
Al-Mukhadhramin, 16) Al-
Musnad al-Kabir, 17)
Masyayikh ats-Tsawri, 18)
Masyayikh Syu’bah, 19)
Masyayikh Malik, 20) Al-
Wuhdan, 21) As-Shahih al-
Masnad.
Kitab-kitab nomor 6, 20, dan
21 telah dicetak, sementara
nomor 1, 11, dan 13 masih
dalam bentuk manuskrip.
Sedangkan karyanya yang
monumental adalah Shahih
dari judul singkatnya, yang
sebenarnya berjudul, Al-
Musnad as-Shahih, al-
Mukhtashar minas Sunan, bin-
Naqli al-’Adl ‘anil ‘Adl ‘an
Rasulillah.
Wafatnya Imam Muslim
Imam Muslim wafat pada
Ahad sore, pada tanggal 24
Rajab 261 H. Semoga Allah
SWT merahmatinya,
mengampuni segala
kesalahannya, serta
menggolongkannya ke dalam
golongan orang-orang yang
sholeh. Amiin.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar

SISTEM PENDIDIKAN PONPES LDII

Sistem Pendidikan
Visi yang ingin dicapai oleh
Pondok Pesantren LDII adalah
terlaksananya cita-cita yang
dikenal dengan ‘Tri Sukses
Pondok LDII’ yang mencakup
sukses dalam bidang akhlak,
alim, dan trampil/mandiri.
Dalam bidang akhlak, pondok
ini berusaha untuk mencetak
manusia yang berwatak
akhlakul karimah, mempunyai
budi pekerti luhur, mempunyai
tata karma, dan sopan santun
dalam pergaulan masyarakat
dan keluarga. Para alumni
diarapkan menjadi manusia
yang memiliki jati diri,
berwatak budi luhur, mampu
bergaul dengan masyarakat,
menghargai orang tua, dan
mentaati segala peraturan
dan perundang-undangan.
Dalam bidang ilmu, pondok ini
berusaha untuk mencetak
manusia-manusia yang
berilmu, mempunyai bekal
ilmu agama Islam yang
mantap serta mampu
mengamalkan ilmu agama
secara benar baik secara
pribadi maupun sebagai warga
masyarakat. Di bidang
ketrampilan dan kemandirian,
pondok ini bertekad untuk
mencetak insane mandiri.
Oleh karena ini di samping
para santri menerima
pelajaran ilmu-ilmu agaa,
merekajuga diberi bekal
ketrampilan ssuai dengan
bakatnya seperti kerampilan
menjahit/ bordir, pertukangan
batu/ kayu, elektronik,
perbengkelan, pertanian, dan
sebagainya. Denbgan
demikian diharapkan setelah
mereka lulus dari pondok
tidak akan menggantungkan
diri dapa keluarga dan orang
tua, tetapi dapat hidup
mandiri.
Sistem pengajaran di PPB
tidak didasarkan atas
penjejangan yang ketat
sebagaimana sekolah formal.
Misalnya dalam hal
penerimaan santri tidak ada
batasan waktu. Setiap bulan
PPB dapat menerima santri
baru atau bahkan setiap hari.
Sebaliknya setiap saat PPB
juga meluluskan santri-
santrinya tergantung dari
kesiapan para santri untuk
menjalani test kelulusan, baik
kelulusan masing-masing
tingkat maupun kelulusan
akhir. Dengan demikian pada
dasarnya sistem pembelajaran
di PPB ini meskipun
dilaksanakan secara klasikal
berdasar kelompok
pembelajaran tetapi
sesungguhnya bersifat
individual. Bagi santri yang
merasa sudah mampu dapat
sewaktu-waktu mengajukan
untuk test kelulusan tingkat
ataupun test kelulusan akhir.
A. Kurikulum
Pondok Pesantren LDII
Burengan merupakan ‘pondok
tradisional plus’. Dalam hal ini
santri tidak hanya diberi
pelajaran ilmu agama saja
tetapi juga dibekali
ketrampilan sehingga bisa
tercipta sumber daya manusia
yang trampil dan mandiri yang
dilandasi iman dan taqwa
kepada Tuhan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa sistem
pendidikan di pondok
pesantren ini bersifat non
formal. Dalam hubungan ini,
sistem pendidikan tidak
mengenal adanya tingkatan
formal dan akhir tahun
ajaran. Para santri
dikelompokkan atas dasar
spesialisasi kitab dan daya
serap ilmu yang diajarkan.
Setiap santri yang sudah
merasa siap dapat
mengajukan ujian untuk
memperoleh kelulusan.
Ada berbagai kelompok
pembelajaran sesuai dengan
tingkat kompetensi masing-
masing santri mulai dari kelas
anak-anak, pemula, hingga
kelas untuk persiapan ujian.
Paling tidak ada sembilan
kelompok pembelajaran yaitu
Cabe Rawit (usia 5-12 tahun),
Menulis Arab, Bacaan Al
Qur’an, Tafsir Lambatan Jawa,
Tafsir Lambatan Indonesia,
Tafsir Cepatan Jawa, Tafsir
Cepatan Indonesia, Ujian/
Test, dan Lanjutan/ Terampil.
Pada kelompok pembelajaran
Cabe Rawit, pelajaran yang
diberikan adalah hafalan doa-
doa shalat, praktek shalat,
hafalan doa harian, thoharoh,
menulis huruf Arab dan
Pegon, pendidikan akhlak.
Pada kelompok pembelajaran
Menulis Arab diajarkan mata
pelajaran menulis huruf
Hijaiyah, menulis Pegon,
materi Pegon. Adapun
kelompok pembelajaran
Bacaan Al Qur’an diberi
pelajaran tajwid dan materi
bacaan. Sementara itu
kelompok pembelajaran Tafsir
Lambatan Jawa memberikan
pelajaran kajian Al Qur’an dan
Hadits dalam bahasa Jawa
yang disertai dengan materi
kelompok lambatan,
sedangkan kelompok Tafsir
Lambatan bahasa Indonesia
diberikan dalam bahasa
Indonesia. Demikian juga
kelompok pembelajaran
cepatan baik bahasa Jawa
maupun Indonesia materinya
sama hanya saja disampaikan
dalam bahasa Indonesia
dengan ditambah materi
kelompok cepatan.
Sementara itu kelompok
pembelajaran ujian/ test (tiga
bulan) memberikan pelajaran
lebih komprehensif yaitu:
bacaan Al Qur’an, Tafsir Al
Qur’an, Metode Dakwah,
Manajemen, Penyuluhan
Hukum, Penyuluhan
Kesehatan, dan Keputrian.
Adapun kelompok
pembelajaran Terampil/
Lanjutan berlangsung selama
1 tahun dengan mendapatkan
materi Tafsir Kutubussitah
(Kajian enam hadits sahih).
B. Bahan Ajar
Bahan ajar pokok yang
digunakan dalam proses
pembelajaran di Pondok
Pesantren Burengan adalah
sumber asli agama Islam yaitu
Al Qur’an dan Al Hadits. Para
kyai dan santri memanfaatkan
kedua kitab itu sebagai
sumber primer. Kitab-kitab
yang sifatnya sekunder karya
para ulama tidak digunakan.
Memang betul bahwa hampir
semua pondok pesantren
mendasarkan diri pada Al
Qur’an dan Hadits, namun
bahan ajar yang digunakan
tidak langsung pada kajian-
kajian kedua kitab itu, tetapi
menggunakan kitab-kitab
sekunder karya para ulama
besar terdahulu seperti kitab
fiqih, tauhid, dan sebagainya.
Di samping kedua kitab utama
itu juga diajarkan beberapa
ilmu tambahan seperti ilmu
tawid, menulis Arab, bahasa
Arab, Nahwu, Sorof, Usul
Fiqih, Mustholah Hadits, dan
sebagainya. Sementara itu
materi ketrampilan terdiri
dari berbagai kursus sesuai
dengan bakat mereka.
Sedangkan materi yang
berkaitan dengan
kemasyarakatan dan
pemerintahan, pondok ini
mengajarkan olah raga, bakti
sosial, bahasa Indonesia,
metode dakwah, manajemen,
dan sebagainya.
Kitab Al Qur’an yang menjadi
bahan kajian sama dengan
kitab yang dipakai oleh
masyarakat umum seperti
terbitan Toha Putera, Gunung
Agung, dan sebagainya.
Seringkali kitab Al Qur’an
yang digunakan oleh para
santri dan kyai berasal dari
terbitan negara-negara Timur
Tengah, khususnya Beirut.
Terbitan ini diperoleh ketika
para santri menunaikan
ibadah haji di Mekkah ataupun
titip kepada calon haji untuk
dapat dibelikan di sana.
Kadang-kadang mereka
memperoleh kitab itu dari
oleh-oleh sahabat mereka
yang baru saja datang dari
Mekkah. Seringkali kitab-kitab
terbitan luar negeri ini
berfungsi ganda yaitu sebagai
bahan ajar dan sekaligus
sebagai kebanggaan yang
dipajang di almari. Sudah
barang tentu kitab-kiab hadits
yang dibeli di Mekah ataupun
Madinah merupakan kitab-
kitab hadits besar. Namun
demikian ada juga yang
memperoleh kitab itu dengan
cara membeli dari toko-toko
kitab di Indonesia.
Biasanya kitab Al Qur’an yang
dipakai oleh para kyai dan
santri berupa kitab ‘kosongan’
dalam arti bukan kitab yang
sudah diberi terjemahan. Para
santri, khususnya santri
pemula, lebih memilih kitab Al
Qur ’an yang lembaran
halamannya memiliki space
yang lebar yang
memungkinkan mereka dapat
mengisinya dengan makna
yang diajarkan oleh sang kyai
di sela-sela di antara baris
yang ada. Dengan demikian
kitab-kitb yang sudah
dimaknai (seperti terbitan
Departemen Agama) tidak
digunakan dalam PPB.
Bahan ajar pokok ke dua
adalah kitab-kitab hadits atau
sunnah nabi. Kitab ini
merupakan kitab yang
dihimpun oleh para
penghimpun hadits yang berisi
segala pikiran, ucapan,
tindakan dan tauladan Nabi
Muhammad SAW. Kesaksian
dari orang-orang yang masih
sempat berguru dengan
pendiri PPB yaitu KH Nur
Hasan Al Ubaidah mengatakan
bahwa kyai itu menguasai ilmu
Hadits (memberi makna dan
keterangan) sebanyak 49 jenis
himpunan Hadits yang terdiri
dari 6 hadits yang biasanya
dikategorikan sebagai
kutubussitah (yang tingkat
kesahihannya diakui semua
sekte Islam kecuali Syiah dan
beberapa sekte yang
mengingkari keabsahan hadits
nabi) dan sisanya adalah
berbagai hadits komplemen.
Kitab-kitab hadits kutubussitah
terdiri dari himpunan hadits
yang disusun oleh Buchori,
Muslim, Ibn Majjah, Abi Daud,
Sunan Tirmidzi, dan Nasa’i.
Selain kitab hadits-hadits
besar, juga dijumpai bahan
ajar yang berupa kitab-kitab
himpunan. Kitab himpunan
merupakan cuplikan-cuplikan
hukum-hukum atau dalil-dalil
dari Al Qur’an dan Hadits yang
disusun berdasarkan bidang
atau topic tertentu seperti
Kitabussholah (kitab tentang
shalat), Kitabudda’wat (kitab
kumpulan doa-doa), Kitabul
Ilmi (kitab tentang kewajiban
belajar ilmu agama), Kitabul
Imaroh (kitab tentang
keimaman), dan sebagainya.
Berdbeda dengan kitab Al
Qur’an dan Hadits, kitab-kitab
himpunan ini disusun sendiri
oleh pondok pesantren. Dalil-
dalil yang dituangkan dalam
kitab-kitab himpunan ini
merupakan dasar-dasar
hukum yang kuat dan
applicable.
Jika dilihat dari isinya, kitab-
kitab himpunan ini merupakan
pengantar bagi para pemula
atau jamaah baru.
Penggunaan kitab himpunan
untuk para pemula ini didasari
atas pertimbangan jika
mereka langsung belajar dari
kitab-kitab besar saja maka
berbagai jenis amalan urgen
yang harus segera dilakukan
tidak bisa segera diamalkan
secara benar. Oleh karena itu
jika ada jamaah baru maka di
samping mereka mengkaji
kitab-kitab besar, juga
diberikan kitab-kitab
himpunan agar dapat segera
beramal secara benar
sehingga jika meninggal
sewaktu-waktu mereka sudah
dalam pengamalan yang
benar. Dalam hubungan itu
kitab-kitab hadits besar
merupakan bahan ajar
pengayaan dan pendalaman.
Bahan ajar yang juga sangat
penting dalam menjaga
keimanan para santri adalah
nasehat-nasehat ulama yang
dituangkan dalam bentuk teks
tertulis. Teks ini
disebarluaskan dan menjadi
bahan pembinaan baik bagi
para santri di pondok pesatren
Burengan maupun warga LDII
secara umum. Teks nasehat
ini berisi nasehat-nasehat
dalam konteks mengatasi
persoalan-persoalan actual
dengan menggunakan dasar-
dasar hukum Islam yaitu Al
Qur’an dan Hadits. Dalam
hukum Islam nasehat ulama
merupakan salah satu bentuk
dasar hukum Islam yang
disebut ijma’ atau ijtihad.

Di Baca Yuuuuk Sobat......

Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category: 0 komentar
Search Terms : good template blogger Download template blogger Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car