PENGUMPULAN AL-QUR'AN

PENGUMPULAN QUR'AN
LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai
menghadapi peristiwa
Musailima - dalam
perang Ridda -
penyembelihan Yamama
telah menyebabkan kaum
Muslimin banyak yang mati,
di antaranya tidak sedikit
mereka
yang telah menghafal Qur'an
dengan baik. Ketika itu
Umar
merasa kuatir akan nasib
Qur'an dan teksnya itu;
mungkin
nanti akan menimbulkan
keragu-raguan orang bila
mereka yang
telah menyimpannya dalam
ingatan itu, mengalami suatu
hal
lalu meninggal semua. Waktu
itulah ia pergi menemui
Khalifah
Abu Bakr dengan
mengatakan: "Saya kuatir
sekali pembunuhan
terhadap mereka yang sudah
hafal Qur'an itu akan
terjadi
lagi di medan pertempuran
lain selain Yamama dan akan
banyak
lagi dari mereka yang akan
hilang. Menurut hemat saya,
cepat-cepatlah kita
bertindak dengan
memerintahkan
pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera
menyetujui pendapat itu.
Dengan maksud
tersebut ia berkata kepada
Zaid bin Thabit, salah seorang
Sekretaris Nabi yang besar:
"Engkau pemuda yang
cerdas dan
saya tidak meragukan kau.
Engkau adalah penulis wahyu
pada
Rasulullah s.a.w. dan kau
mengikuti Qur'an itu; maka
sekarang kumpulkanlah."
"Oleh karena pekerjaan ini
terasa tiba-tiba sekali di luar
dugaan, mula-mula Zaid
gelisah sekali. Ia masih
meragukan
gunanya melakukan hal itu
dan tidak pula menyuruh
orang lain
melakukannya. Akan tetapi
akhirnya ia mengalah juga
pada
kehendak Abu Bakr dan
Umar yang begitu mendesak.
Dia mulai
berusaha sungguh-sungguh
mengumpulkan surah-
surah dan
bagian-bagiannya dari
segenap penjuru, sampai
dapat juga ia
mengumpulkan yang tadinya
di atas daun-daunan, di atas
batu
putih, dan yang dihafal
orang. Setengahnya ada
yang
menambahkan, bahwa dia
juga mengumpulkannya dari
yang ada
pada lembaran-lembaran,
tulang-tulang bahu dan rusuk
unta
dan kambing. Usaha Zaid ini
mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua
atau tiga tahun terus-
menerus,
mengumpulkan semua
bahan-bahan serta
menyusun kembali
seperti yang ada sekarang ini,
atau seperti yang dilakukan
Zaid sendiri membaca Qur'an
itu di depan Muhammad,
demikian
orang mengatakan. Sesudah
naskah pertama lengkap
adanya,
oleh Umar itu
dipercayakan
penyimpanannya kepada
Hafsha,
puterinya dan isteri Nabi.
Kitab yang sudah dihimpun
oleh
Zaid ini tetap berlaku
selama khilafat Umar,
sebagai teks
yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi
perselisihan mengenai cara
membaca,
yang timbul baik karena
perbedaan naskah Zaid yang
tadi atau
karena perubahan yang
dimasukkan ke dalam naskah-
naskah itu
yang disalin dari naskah
Zaid. Dunia Islam cemas
sekali
melihat hal ini. Wahyu yang
didatangkan dari langit itu
"satu," lalu dimanakah
sekarang kesatuannya?
Hudhaifa yang
pernah berjuang di Armenia
dan di Azerbaijan, juga
melihat
adanya perbedaan Qur'an
orang Suria dengan orang
Irak."
"Maka yang sampai kepada
kita adalah Mushhaf Usman.
Begitu
cermat pemeliharaan atas
Qur'an itu, sehingga hampir
tidak
kita dapati -bahkan memang
tidak kita dapati- perbedaan
apapun dari naskah-naskah
yang tak terbilang
banyaknya, yang
tersebar ke seluruh penjuru
dunia Islam yang luas itu.
Sekalipun akibat terbunuhnya
Usman sendiri - seperempat
abad
kemudian sesudah
Muhammad wafat - telah
menimbulkan adanya
kelompok-kelompok yang
marah dan memberontak
sehingga dapat
menggoncangkan kesatuan
dunia Islam - dan memang
demikian
adanya - namun Qur'an yang
satu, itu juga yang selalu
tetap
menjadi Qur'an bagi
semuanya. Demikianlah,
Islam yang hanya
mengenal satu kitab itu ialah
bukti yang nyata sekali,
bahwa
apa yang ada di depan kita
sekarang ini tidak lain
adalah
teks yang telah dihimpun
atas perintah Usman yang
malang
itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini
tak ada sebuah kitabpun
selain
Qur'an yang sampai
duabelas abad lamanya
tetap lengkap
dengan teks yang begitu
murni dan cermatnya.
Adanya cara
membaca yang berbeda-
beda itu sedikit sekali untuk
sampai
menimbulkan keheranan.
Perbedaan ini
kebanyakannya terbatas
hanya pada cara
mengucapkan huruf hidup
saja atau pada
tempat-tempat tanda
berhenti, yang sebenarnya
timbul hanya
belakangan saja dalam
sejarah, yang tak ada
hubungannya
dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata
bahwa Qur'an yang kita
baca
ialah teks Mushaf Usman
yang tidak berubah-ubah,
baiklah
kita bahas lagi: Adakah
teks ini yang memang
persis
bentuknya seperti yang
dihimpun oleh Zaid sesudah
adanya
persetujuan menghilangkan
segi perbedaan dalam cara
membaca
yang hanya sedikit sekali
jumlahnya dan tidak pula
penting
itu? Segala pembuktian yang
ada pada kita meyakinkan
sekali,
bahwa memang demikian.
Tidak ada dalam berita-berita
lama
atau yang patut dipercaya
yang melemparkan
kesangsian
terhadap Usman sedikitpun,
bahwa dia bermaksud
mengubah
Qur'an guna memperkuat
tujuannya. Memang benar,
bahwa Syi'ah
kemudian menuduh bahwa
dia mengabaikan beberapa
ayat yang
mengagungkan Ali. Akan
tetapi dugaan ini tak dapat
diterima
akal. Ketika Mushhaf ini
diakui, antara pihak Umawi
dengan
pihak Alawi (golongan
Mu'awiya dan golongan Ali)
belum
terjadi sesuatu perselisihan
faham. Bahkan persatuan
Islam
masa itu benar-benar
kuat tanpa ada bahaya
yang
mengancamnya. Di samping
itu juga Ali belum
melukiskan
tuntutannya dalam bentuknya
yang lengkap. Jadi tak
adalah
maksud-maksud tertentu
yang akan membuat
Usman sampai
melakukan pelanggaran yang
akan sangat dibenci oleh
kaum
Muslimin itu. Orang-orang
yang memahami dan hafal
benar
Qur'an seperti yang
mereka dengar sendiri
waktu Nabi
membacanya mereka masih
hidup tatkala Usman
mengumpulkan
Mushhaf itu. Andaikata ayat-
ayat yang mengagungkan
Ali itu
sudah ada, tentu
terdapat juga teksnya di
tangan
pengikut-pengikutnya yang
banyak itu. Dua alasan ini
saja
sudah cukup untuk
menghapus setiap usaha guna
menghilangkan
ayat-ayat itu. Lagi pula,
pengikut-pengikut Ali sudah
berdiri sendiri sesudah
Usman wafat, lalu mereka
mengangkat
Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal -
pada waktu kemudian
mereka sudah
memegang kekuasaan -
bahwa mereka akan sudi
menerima Qur 'an
yang sudah terpotong-potong,
dan terpotong yang
disengaja
pula untuk menghilangkan
tujuan pemimpin mereka?!
Sungguhpun
begitu mereka tetap
membaca Qur'an yang juga
dibaca oleh
lawan-lawan mereka. Tak
ada bayangan sedikitpun
bahwa mereka
akan menentangnya. Bahkan
Ali sendiripun telah
memerintahkan
supaya menyebarkan naskah
itu sebanyak-banyaknya.
Malah ada
diberitakan, bahwa ada
beberapa di antaranya yang
ditulisnya
dengan tangannya sendiri."
"Memang benar bahwa
para pemberontak itu telah
membuat
pangkal pemberontakan
mereka karena Usman telah
mengumpulkan
Qur'an lalu memerintahkan
supaya semua naskah
dimusnahkan
selain Mushhaf Usman. Jadi
tantangan mereka ditujukan
kepada
langkah-langkah Usman
dalam hal itu saja, yang
menurut
anggapan mereka tidak boleh
dilakukan. Tetapi di balik itu
tidak seorangpun yang
menunjukkan adanya usaha
mau mengubah
atau menukar isi Qur'an.
Tuduhan demikian pada
waktu itu
adalah suatu usaha
perusakan terang-terangan.
Hanya kemudian
golongan Syi'ah saja yang
mengatakan itu untuk
kepentingan
mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat
mengambil kesimpulan
dengan meyakinkan,
bahwa Mushhaf Usman itu
tetap dalam bentuknya
yang persis
seperti yang dihimpun oleh
Zaid bin Thabit, dengan lebih
disesuaikan bahan-bahannya
yang sudah ada lebih dulu
dengan
dialek Quraisy. Kemudian
menyisihkan jauh-jauh bacaan-
bacaan
selebihnya yang pada waktu
itu terpencar-pencar di
seluruh
daerah itu."



Labels : Cerita Hikmah Pasar Batik Murah Solo Batik Cinta IBU
Category:

0 komentar:

Posting Komentar

Search Terms : good template blogger Download template blogger Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car